Suara.com - Di Forum WHO, Kepala BPOM Ungkap 3 Strategi Indonesia Lawan Obat Palsu
Kemudahan belanja online membuat pengawasan di sektor obat dan makanan harus diperketat. Sebab, obat palsu, obat ilegal, hingga obat substandar rentan dijual-belikan lewat situs online.
Hal itu menjadi komitmen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan menghadiri pertemuan Member States Mechanism on Substandard and Falsified Medical Products (MSM-SFMP) ke-8 di Markas Besar WHO di Jenewa-Swiss Kamis (24/10).
Kepala BPOM, Penny K Lukito yang hadir dalam event itu mengatakan, MSM-SFMP merupakan sebuah forum kolaborasi global untuk mengatasi peredaran obat substandar dan palsu yang melibatkan sejumlah negara, dengan membangun sistem yang meliputi upaya pencegahan (prevention), pelaporan deteksi (detection), dan respons cepat (responssive) untuk mengeradikasi peredaran obat substandar dan palsu.
Baca Juga: Pakar : Kasus Obat Palsu Adalah Bentuk Kejahatan Kemanusiaan
Ia menceritakan pengalaman dan kemajuan yang telah dicapai BPOM dalam menangani peredaran obat substandar dan palsu untuk memberikan jaminan akses obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu kepada masyarakat.
"Upaya yang dilakukan BPOM dalam penanggulangan obat palsu telah sejalan dengan salah satu Program Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, produktivitas rakyat dan kesejahteraan masyarakat, yang diwujudkan BPOM melalui pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat (Aksi Nasional POIPO) pada Oktober 2017 lalu," terang Penny K. Lukito dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (27/10/2019).
Penny menambahkan, Aksi Nasional ini dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan strategis yaitu Strategi Pencegahan, Deteksi/Pengawasan dan respons/Penindakan. Strategi yang digunakan ini telah mengacu kepada Strategi Penanggulangan Obat Substandar dan Palsu WHO (Prevention, Detection, and responsse).
BPOM melakukan Strategi Pencegahan melalui Comprehensive Legal Framework dengan menerbitkan peraturan tentang Penerapan 2D Barcode dalam Pengawasan Obat dan menyusun peraturan tentang Pengawasan Peredaran Obat secara Online.
Selain itu, lanjut Penny, BPOM melakukan multistakeholder engagement melalui Penandatanganan MoU dengan asosiasi ekspedisi, asosiasi e-commerce, market places, dan transportasi online.
Baca Juga: Tega, Orang Ini Nikmati Uang dari Orang Ketipu Beli Obat Palsu
Pada Strategi Deteksi, BPOM memiliki system risk-based inspection and surveillance yang baik, yang dibuktikan pada saat WHO Benchmarking tahun 2018 yang yang menilai kapasitas regulatori BPOM berkategori matang (mature).
Menurutnya, kerja sama BPOM dan WHO dalam Pilot Project Pelaporan Obat Substandar dan Palsu oleh tenaga kesehatan melalui Aplikasi Smartphone pada tahun 2018 lalu mendapat tanggapan positif dari lintas sektor dan memberikan manfaat kepada banyak pihak khususnya dalam pengawasan obat di peredaran.
Dalam periode 6 bulan, pilot project yang melibatkan 129 tenaga kesehatan dari 62 fasilitas kesehatan ini, diperoleh informasi pelaporan sejumlah 17 laporan yang terdiri dari 15 produk (1 produk dilaporkan dua kali dan 1 produk anonim). Dalam hal ini, tidak ditemukan produk palsu dan hanya ditemukan 1 produk substandar, yang selanjutnya telah dilakukan recall.
Sementara itu, Strategi respons merupakan upaya penegakan hukum terkait dengan pemberantasan obat ilegal dan penyalahgunaan obat, melalui intensifikasi operasi penyelidikan dan penegakan hukum dengan lembaga penegak hukum lainnya.
"Kerja sama yang dilakukan dengan e-commerce, asosiasi ekspedisi dan transportasi online mendukung penelusuran pelaku produksi dan distribusi obat palsu untuk mengungkap aktor utama pemalsuan obat melalui pertukaran data dan informasi," terangnya.
Penny K. Lukito berharap melalui kerja sama dan kolaborasi antar negara anggota WHO dalam forum MSM, diharapkan upaya-upaya penanggulangan obat substandar dan obat palsu dapat menjadi lebih efektif dalam melindungi kesehatan masyarakat serta menjamin akses obat yang aman, bermutu dan berkhasiat bagi masyarakat.