Suara.com - Catat, Ini 5 PR Bagi Menteri Kesehatan Baru dr Terawan Agus Putranto
Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K) akan melakukan serah terima jabatan sebagai Menteri Kesehatan dari pendahulunya, Dr dr Nila Moeloek, SpM(K), hari ini, Kamis (24/10/2019).
Kepada wartawan usai pelantikan sebagai Menteri Kesehatan, dr Terawan mengaku diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan beberapa masalah di sektor kesehatan Indonesia.
"Prioritas, harus sesuai dengan visi bapak presiden, yaitu semua hal yang bisa mendukung memajukan SDM dan itu kalau di bidang kesehatan ya masalah stunting, BPJS, masalah pelayanan preventif dan promotif, itu yang harus dimajukan dan banyak hal yang sekiranya bisa mendukung visi SDM bisa tercapai," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Baca Juga: Dokter Terawan Komentari polemik Cuci Otak Usai Jadi Menkes
Berdasarkan catatan Suara.com, ada beberapa hal yang akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi dr Terawan saat menjabat sebagai Menkes. Apa saja?
1. SDM tenaga kesehatan
Saat ini, pemerataan SDM tenaga kesehatan di Indonesia masih butuh perbaikan. Jumlah tenaga dokter spesialis, perawat, hingga bidan yang dihasilkan tidak tersebar dengan rata.
Akibatnya, masih ada daerah-daerah yang mengalami kekurangan tenaga kesehatan. Berdasarkan data Kemenkes, lulusan tenaga kesehatan bisa mencapai 15 ribu orang setiap tahun.
"15 ribu ini pada ke mana saja? Mau enggak sih mereka ke daerah? Semua itu lari ke kota padat," ujar Nila Moeloek, saat perpisahan dengan wartawan di kediamannya, Senin (21/10).
Baca Juga: Terawan hingga Basuki, 9 Alumni UGM di Kabinet Indonesia Maju Jokowi
Ingin tahu PR dr Terawan sebagai Menteri Kesehatan selanjutnya? Simak di halaman berikut ya!
2. Defisit BPJS Kesehatan
Sebagaimana diketahui, program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan masih mengalami defisit hingga tahun ini. Diprediksi, defisit BPJS Kesehatan tahun ini bisa mencapi lebih dari Rp 32 triliun.
Hal ini membutuhkan perhatian serius, mengingat keberlangsungan JKN yang masih dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
"Banyak hal yang mesti kita lakukan untuk pembenahan dari JKN. Kemarin diputuskan kenaikan di premi PBI dari pemerintah dan mandiri. Tapi kita lihat itu perhitungannya harus benar," ujar Nila lagi.
3. Stunting
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen, yang berarti 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting.
Terlebih, Indonesia juga merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.
Dr Entos Zainal dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) beberapa waktu lalu mengatakan, pengentasan stunting sudah masuk dalam RPJMN 2020-2024 pemerintah. Sebab kerugian yang timbul akibat stunting bukan hanya terjadi di sektor kesehatan, tapi juga ekonomi.
"Stunting mengakibatkan kerugian negara setara Rp 4 triliyun per tahun atau sebesar 3 persen dari PDB, sehingga percepatan penangangan stunting tetap menjadi salah agenda besar pemerintah ke depan. Untuk mencapai target capaian prevalensi stunting sebesar 19 persen di tahun 2024, tentunya bukan tugas yang mudah," ujarnya.
Ingin tahu PR dr Terawan sebagai Menteri Kesehatan selanjutnya? Simak di halaman berikut ya!
4. Penyakit tidak menular
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Dijelaskan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Siswanto, prevalensi kanker naik dari 1,4 persen (Riskesdas 2013) menjadi 1,8 persen di 2018 dengan prevalensi tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta.
Begitu pula dengan prevalensi stroke naik dari 7 persen menjadi 10,9 persen, sementara penyakit ginjal kronik naik dari 2 persen menjadi 3,8 persen. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, prevalensi diabetes melitus naik dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen; dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen.
Hasil Riskesdas juga menyebutkan bahwa perilaku merokok pada remaja meningkat yakni dari 7,2 persen (Riskesdas 2013), 8,8 persen (Sirkesnas 2016), dan kini 9,1 persen (Riskesdas 2018). Data proporsi konsumsi minuman beralkohol pun meningkat dari 3 persen menjadi 3,3 persen.
Demikian juga proporsi kurangnya aktivitas fisik naik dari 26,1 persen menjadi 33,5 persen. Hal lainnya yang juga menyumbang meningkatnya penyakit tidak menular adalah proporsi konsumsi buah dan sayur yang kurang pada penduduk yakni sebesar 95,5 persen.
5. Kematian ibu dan perkawinan anak
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Dalam 1 jam, Indonesia kehilangan 2 ibu dan 8 bayi baru lahir akibat kematian yang sebagian besar sebenarnya dapat dicegah.
Data Kemenkes menunjukkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan mengalami penurunan pada 2018 lalu yakni sebesar 73.5 persen dari 83.67 persen. Angka ini bahkan lebih rendah dari pencapaian pada 2015 lalu yakni sebesar 78.43 persen.
"Itu sebabnya nikah dini sangat tidak kita dukung. Coba bayangkan ketika anak-anak nikah dini fisik mereka belum sempurna sehingga ketika dia hamil angka kematian ibu tinggi karena fisiknya belum sempurna. Panggul belum berkembang sempurna sehingga kalau tidak cepat tertolong akan mati," kata Nila.