Suara.com - Cegah Stunting, Remaja Perlu Mendapat Edukasi Soal Gizi dan Nutrisi
Terbatasnya pengetahuan perempuan tentang pentingnya persiapan gizi saat hamil menjadi tantangan dalam program pengentasan stunting di Indonesia. Padahal, 1.000 hari pertama kehidupan merupakan fase penting dalam perkembangan otak dan tubuh anak.
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan Msc, Dekan FEMA IPB mengatakan masalah gizi dan kesehatan bisa dicegah sejak dini. Caranya dengan memberikan edukasi pada remaja tentang bahaya kekurangan gizi dan nutrisi.
"Saya meyakini edukasi remaja adalah sebuah terobosan karena peningkatkan pengetahuan gizi sebelum memulai keluarga akan berkontribusi pada kesadaran akan kesehatan ibu dan anak di masa penting dalam kehidupannya, termasuk memutus rantai persoalan stunting," ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Rabu (23/10/2019).
Baca Juga: Menkes NIla Klaim Berhasil Turunkan 3 Persen Angka Prevalensi Stunting
Menurut WHO, usia remaja dimulai dari usia 10 hingga 19 tahun. Pada masa growth spurt remaja mengalami perubahan fisik, fungsi reproduksi, psikis dan sosial. Sayangnya, dalam masa perubahan tersebut, remaja banyak yang mengalami kekurangan gizi. Data Studi Diet Total (2014) menunjukkan bahwa remaja di Indonesia usia 13-18 tahun mengalami defisiensi protein dan energi.
Melihat pentingnya edukasi dan persiapan terkait gizi sejak dini, Sarihusada sebagai bagian dari Danone Specialized Nutrition bekerjasama dengan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (FEMA-IPB) mengembangkan Modul Pelatihan Cegah Stunting untuk Usia Remaja.
Penandatanganan kerja sama antara kedua pihak dilakukan hari ini di kampus IPB dihadiri oleh dekan FEMA-IPB dan perwakilan Danone. Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone mengatakan pemberian edukasi tentang gizi dan nutrisi sejak remaja merupakan investasi penting demi kesehatan ibu dan anak di masa depan.
"Misi perusahaan kami adalah untuk membawa kesehatan ke sebanyak mungkin orang di dunia. Dimanapun kami beroperasi, kami ingin dapat terus berkontribusi positif, baik dalam aspek lingkungan maupun kesehatan masyarakat," paparnya.
Prof. Dr Id. Sri Anna Marliyati, MSi. Ketua tim ahli yang mengembangkan modul ini menyampaikan bahwa risiko terbesar masalah gizi dan nutrisi dialami oleh perempuan.
Baca Juga: Wapres JK Sebut Dampak Stunting Sangat Besar
"53 Persen remaja mengalami defisiensi energi berat dan 48 persen defisiensi protein berat. Resiko lebih besar terjadi pada remaja putri, para calon ibu, di mana defisiensi gizi akan berdampak pada kesehatan ibu dan buah hati selama masa kehamilan dan melahirkan seperti anak lahir dengan berat badan lahir rendah," tuturnya.