Suara.com - Pendarahan subkorionik adalah akumulasi atau pembekuan darah abnormal dalam lipatan korion atau antara plasenta dan dinding rahim.
Korion adalah selaput luar janin yang mengelilingi kantung ketuban. Dilansir dari Asia One, penyebab umum pendarahan pada awal kehamilan ini adalah hematoma subkorionik.
Penyebab pendarahan subkorionik
Sebenarnya penyebab utama pendarah subkorionik belum sepenuhnya dipahami. Kondisi ini terjadi ketika plasenta terlepas (sepenuhnya atau sebagian) dari dinding rahim.
Baca Juga: Apakah Bedak Bayi Johnson & Johnson Indonesia Tercemar Asbes? Ini Kata BPOM
Beberapa faktor risiko wanita hamil mengalami pendarahan subkorionik meliputi:
1. Kehamilan IVF: Penelitian telah menemukan bahwa frekuensi hematoma subkorionik tinggi pada kehamilan IVF dan transfer embrio beku yang dicairkan.
2. Usia: Wanita yang berusia di atas 35 tahun cenderung mengembangkan hematoma subkorionik.
Perhatikan bahwa pendarahan akibat hematoma subkorionik biasanya tidak berbahaya. Biasanya gejala hilang dengan sendirinya dan bukan merupakan tanda keguguran.
Dalam kondisi seperti ini, wanita hamil perlu pemantauan ketat agar bisa melanjutkan atau mempertahankan kehamilan yang sehat.
Baca Juga: Ditemukan Mengandung Asbes, Bedak Johnson & Johnson Ditarik dari Pasaran
Gejala pendarahan subkorionik selama kehamilan
Gejala pendarahan subkorionik selama kehamilan meliputi:
1. Bercak
2. Pendarahan vagina
3. Nyeri dan kram panggul, terutama dalam kasus pendarahan hebat
4. Pusing
Pendarahan disebabkan oleh hematoma subkorionik dapat menimbulkan gejala pembekuan darah hingga bercak ringan. Terkadang gejala juga tidak disertai pendarahan sama sekali.
Bahkan beberapa wanita tidak mengalami gejala sama sekali dan hanya mencari tahu tentang kondisi selama pemeriksaan ultrasonografi rutin.
Apakah hematoma subkorionik membahayakan fetus?
Komplikasi yang ditimbulkan oleh hematoma subkorionik tergantung pada ukuran hematoma dan waktu terdeteksinya selama kehamilan.
Dalam kebanyakan kasus, hematoma subkorionik sembuh dengan sendirinya. Hematoma yang terdekteksi sejak awal trimester pertama kehamilan bisa dikatakan belum bermasalah besar.
Selain itu, hematoma kecil di permukaan plasenta menyebabkan lebih sedikit masalah daripada yang berada di bawah plasenta. Hematoma yang terjadi menjelang akhir trimester pertama atau awal trimester kedua dapat menyebabkan plasenta lepas dari rahim.
Jika lebih dari 30 persen plasenta lepas, bisa menyebabkan hematoma tumbuh lebih besar dan meningkatkan risiko kelahiran prematur serta keguguran.
Penelitian telah menemukan bahwa hematoma subkorionik dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan seperti keguguran, persalinan prematur, solusio plasenta dan ketuban pecah.
Risiko lebih tinggi pada 20 minggu pertama kehamilan. Komplikasi juga bisa terjadi tergantung pada ukuran hematoma, usia kehamilan dan usia ibu hamil.
Karena itu, penting bagi ibu hamil selalu berkonsultasi tentang kondisinya ketika mengalami pendarahan vagina selama kehamilan.