Suara.com - BPOM Gandeng Mafindo Berantas Berita Hoaks Terkait Obat dan Makanan
Menurut data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Berita bohong atau hoaks di bidang obat dan makanan menempati urutan ketiga hoaks yang paling banyak beredar di masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI menggandeng Mafindo, dan mengajak semua elemen untuk terlibat aktif melawan masifnya hoaks terkait obat dan makanan yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI dalam sebuah seminar berbasis web di Kampus Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Senin (21/10), menyatakan akan proaktif melawan hoaks terkait obat dan makanan, yang banyak beredar di masyarakat.
Baca Juga: 5 Berita Kesehatan Hits: BPOM Tarik Ranitidin, Irish Bella Alami Stillbirth
Bekerja sama dengan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Kepala BPOM RI Penny Kusuma Lukito mengaku siap membuka akses dan menyebarluaskan informasi yang dimiliki, untuk mengklarifikasi informasi tidak benar yang beredar di masyarakat berkaitan dengan obat dan makanan.
“Secara aktif kita akan mengisi informasi, jadi informasi yang sudah ada di Badan POM ini akan kita sebar, sehingga dengan sendirinya nanti masyarakat juga lihat, oh ini ada nih, atau kita ada akses atau tempat di mana masyarakat menerima, dia langsung bisa melihat kemana dan itu akan disebarkan terus informasi tersebut, dengan dukungan, dengan bantuan dari Mafindo. Tentu Mafindo lebih punya jejaring yang bisa kita manfaatkan untuk lebih memperluas informasi-informasi yang yang ada di Badan POM, yang dikaitkan penjelasan terkait dengan berita-berita hoaks yang berputar-putar. Sebetulnya Badan POM sudah punya data-data informasi penjelasannya, hanya selama ini kurang tersebarkan,” kata Penny Kusuma Lukito seperti mengutip VOAIndonesia, Senin 21 Oktober 2019.
Penny Kusuma Lukito mengatakan, hoaks merupakan teror informasi yang meresahkan dan merugikan masyarakat, yang dapat mengancam jiwa seseorang maupun generasi masyarakat. BPOM RI kata Peni, akan menuntut secara hukum pelaku hoaks terkait obat dan makanan, untuk memberikan efek jera bagi pelaku penyebaran hoaks.
“Saya sudah meminta kepada unit-unit kerja di sini yang terkait, yaitu dari Deputi Penindakan dan dari Pusat Data dan Informasi, tadi bersama-sama dengan Mafindo, untuk menjerat satu dua pihak yang selama ini mengirim berita hoaks tersebut, dan melakukan upaya pidana, ini yang akan menjadi efek jera mudah-mudahan,” lanjutnya.
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho mengatakan, masyarakat cenderung menerima hoaks sebagai informasi yang benar, karena informasi yang diterima memunculkan ketakutan bila tidak dijalankan.
Baca Juga: Bisa Picu Kanker, BPOM Tarik Obat Lambung Ranitidin dari Peredaran
“Sebenarnya jumlah yang ada itu lebih banyak daripada yang kami pantau, karena bisa jadi tertutupi dengan maraknya hoaks politik. Dan dampaknya adalah sebenarnya sangat-sangat serius karena hoaks terkait dnegan isu obat dan makanan, itu sangat mempengaruhi masyarakat dalam mengambil sebuah keputusan. Keputusan yang keliru diakibatkan oleh informasi keliru, itu bisa merusak pribadi atau bahkan satu generasi. Dan hoaks terkait dengan obat dan makanan itu cenderung mudah viral karena dia mengandung unsur ketakutan dan kecemasan, yang itu adalah satu resep biasanya yang digunakan untuk memviralkan hoaks,” jelas Septiaji Eko Nugroho.
Banyaknya anggota masyarakat yang termakan kabar bohong atau hoaks, menurut Septiaji Eko Nugroho, menjadi indikasi berlakunya era post-truth dan the death of expertise. Hal ini lebih disebabkan rendahnya literasi masyarakat, dan dibanjirinya media informasi dengan informasi yang tidak benar sehingga informasi yang benar menjadi tertutupi.
“Saat ini dunia ada di dalam era yang disebut dengan post-truth, yaitu ketika orang lebih suka percaya terhadap hal yang disukainya. Orang yang sudah sering termakan dengan informasi antivaksin, maka dia diberi informasi apapun, sekuat apapun, dia akan cenderung akan meremehkannya.
Ditambah dengan fenomena yang disebut dengan The Death of Expertise, yang sekarang lebih banyak didengar oleh para netizen bukan lagi para profesor, bukan lagi para dokter, tapi lebih banyak para influencer, para buzzer, yang kadang-kadang mereka sebenarnya tidak punya basis ilmu yang kuat tetapi mereka lebih dipercaya, ini menjadi problem kita,” imbuhnya.
Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Sumi Wijaya mengatakan, hoaks di bidang obat dan makanan banyak dipercaya karena dikemas secara menarik dan bombastis. Seminar mengenai hoaks obat dan makanan ini, kata Sumi Wijaya, diharapkan dapat menjadi penyadaran bagi para mahasiswa agar tidak menjadi korban hoaks, dan justru mampu menjadi agen perubahan untuk melawan hoaks.
“Kalaupun hoaks itu kan masalahnya beritanya itu bombastis ya, jadi pasti sudah dipoles sedemikian rupa. Kan juga banyak sekali korbannya itu justru orang-orang yang terpelajar. Sehingga, acara ini kenapa kok dilaksanakan, diprakarsai oleh mahasiswa? Karena mahasiswa ini kan sebetulnya ujung tombak dari masa depan bangsa, jadi mereka juga harus mengenali sedari dini bahwa berita-berita yang ada di masyarakat itu seharusnya harus difilter dulu, atau disaring dulu kebenarannya,” kata Sumi.