Tempat itu mengeluarkan suara berbeda setiap tiga puluh detik dan anak-anak merasa seperti tercebur di genangan air, berjalan di salju, jatuh di dedaunan atau menginjak es. Ada pula perosotan anak-anak yang dibuat Olenka karena terinspirasi putri kecilnya Eva.
"Anak-anak yang menggunakan kursi roda tetap dapat meluncur ke bawah dan menunggu orangtua atau saudara mereka membawakan kursi rodanya," ungkapnya lagi.
Pembangunan taman ini membutuhkan waktu lima tahun dan konsultasi berulangkali dengan para orangtua, psikolog, arsitek, dan seniman lanskap. Tetapi ketika dibuka tahun 2015, taman bermain in menjadi pembicaraan banyak orang, di mana lebih dari 25.000 orang mengunjungi taman ini setiap bulan. Salah seorang di antaranya adalah Nidmalam Gevati, yang datang dari Nepal ke California untuk mendapat ilham dan menciptakan taman bermain serupa di tanah airnya.
"Ada begitu banyak sentuhan yang dapat dirasakan dan dipelajari. Sebuah taman bermain seperti ini sangat penting karena Anda bisa keluar rumah dan terpapar lingkungan luar, serta berteman!" kata Nidmala.
Baca Juga: Unik, Gereja Tua di Inggris Sediakan Taman Bermain
Melihat keberhasilan Magical Bridge Playground, Olenka Villareal memutuskan memperluas taman bermain itu. Pada tahun 2016 ia dan tim-nya memulai Magical Bridge Foundation untuk mengumpulkan uang guna membantu masyarakat di daerah lain untuk membangun taman bermain inklusif serupa.
"Tahun ini kami diundang ke Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, dan taman bermain kami menjadi contoh taman bermain inklusif bagi semua," tutup Olenka.
Wah, kapan ya taman bermain inklusif seperti ini hadir di Indonesia? [VOA Indonesia]