Tinggi Gas Metana, Sampah Makanan Berisiko Picu Perubahan Iklim

Sabtu, 05 Oktober 2019 | 09:15 WIB
Tinggi Gas Metana, Sampah Makanan Berisiko Picu Perubahan Iklim
Ilustrasi pemanasan global karena sampah makanan. (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tinggi Gas Metana, Sampah Makanan Berisiko Picu Perubahan Iklim

Mungkin sebagian besar orang menganggap jika sampah makanan atau food waste yang terbuang akan menjadi pupuk kompos, sehingga asal saja dibuang. Tapi tidak semudah itu loh, semuanya harus melalui proses dan menggunakan bahan-bahan tertentu.

Akibat ketidak pahaman ini, wajar saja menurut Food and Agriculture Organization of the United Nations. The Economist tahun 2016-2017 juga menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara terbesar kedua setelah Arab Saudi yang menghasilkan food waste dan food loss di dunia.

Food waste dapat mebahayakan lingkungan dan iklim karena menghasilakan karbodioksida (CO2) dan zat metana yang merusak lapisan ozon.

Baca Juga: Anies-FIA Sepakat Formula E Jadi Senjata Melawan Perubahan Iklim

"Limbah makanan yang berada di tempat pembuangan akhir menghasilkan metana dalam jumlah yang sangat besar. Metana adalah gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbondioksida (CO2), yang dapat memperburuk konsekuensi negatif pada pemanasan global, yaitu perubahan iklim. Oleh karena itu, ini adalah masalah yang perlu diangkat dan ditangani oleh kita semua,” tegas Satya Hangga Yudha Widya Putra, B.A. (Hons), MSc selaku Co-Founder dan Penasihat Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I) di @america, Pacific Place, Jakarta Selatan, Jumat (4/10/2019).

Selaku pihak yang konsentrasi dibidang energi dan lingkungan, Satya mengungkap dari 30 kilogram sampah makanan yang dihasilkan setiap harinya mengeluarkan zat metana yang faktanya punya kekuatan 100 kali lebih kuat pengaruhi perubahan iklim dan lingkungan.

Satya Hangga Yudha Widya Putra Co-Founder dan Penasihat Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I). (Suara.com/Dini Afrianti)
Satya Hangga Yudha Widya Putra Co-Founder dan Penasihat Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I). (Suara.com/Dini Afrianti)

"Jujur saya dari konferensi energi dan perubahan iklim nasional, isu sampah makanan yang tidak sering disentuh banyak orang," ungkapnya.

Di sisi lain, CEO dan Co-Founder Ranum Farm Azmi Basyarahil mengatakan berperang dengan food waste bisa dilakukan dengan membangun ekosistem pertanian yang lestari dan saling menguntungkan bagi konsumen dan petani. Misalnya menjadikan hasil pertanian lokal lebih sehat dan berkualitas.

"Mari bergotong royong, fokus untuk terus mengkampanyekan cara baru kita dalam mengkonsumsi pangan. Kenali siapa penanamnya, ketahui kisah perjalanan pangan kita sendiri," sebut Azmi.

Baca Juga: Climate Strike Serukan Darurat Iklim: Anak-anak Korban Perubahan Iklim

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI