Suara.com - Kekerasan tidak hanya dilakukan secara fisik saja, tetapi juga bisa secara verbal. Sayangnya, sebagian besar kekerasan ini juga sangat rentan terjadi pada perempuan.
Menurut Krittayawan Tina Boonto, Country Director United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) Indonesia, kekerasan berdasarkan gender di Indonesia masih cukup tinggi.
Berdasarkan survei, satu dari tiga perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. Krittyawan lalu menyebut ini sebagai tantangan bagi pemerintah dan tenaga medis.
"Ketika perempuan menjadi korban kekerasan, mereka tidak dapat menegosiasi safe sex, sehingga mereka lebih rentan terhadap HIV dan IMS," papar Krittayawan, dalam Konferensi Internasional Pertama mengenai Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia, Selasa (2/10/2019).
Baca Juga: Masih Ada Diskriminasi, Ini Beban Kompleks Wanita Pengidap HIV di Indonesia
Bahkan, ketika perempuan sudah menjadi pengidap HIV, mereka akan mendapat diskriminasi karena stigma yang buruk. Hal itu bisa datang baik dari keluarga, komunitas, hingga tenaga medis.
Selain itu, minimnya informasi mengenai HAM membuat mereka tidak mampu mengakses keadilan sehingga tidak mendapat kompensasi yang seharusnya.
Tetapi, Krittayawan menambahkan, sekarang sudah banyak program yang mendukung perempuan dengan HIV, peningkatan kesadaran gender, serta pendidikan mengenai HAM.
"Saat ini juga sudah banyak program untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, seperti program peningkatan kesadaran masyarakat dan sensitasi petugas tentang kesehatan HIV," lanjut Krittayawan.
Ia juga mengatakan, media sosial berpengaruh terhadap informasi mengenai HIV. Harapannya, kesadaran masyarakat akan virus serta penyakit yang ditimbulkannya juga semakin meningkat.
Baca Juga: Beberapa Mitos HIV yang Masih Dipercaya, Salah Satunya soal Transfusi Darah