
"Dan 98,1% (dari subjek studi) mengatakan, FGM/C itu dibutuhkan, perlu dilakukan terhadap perempuan dan ini harus dilanjutkan," papar Sri dalam Konferensi Internasional Pertama mengenai Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia (ICIFPRH) di Hotel Sahid Jaya, Yogyakarta, Selasa (2/10/2019).
Bahkan, tambah Sri, beberapa petugas tradisional yang melakukan praktik ini akan melawan siapa saja yang berusaha menghapus sunat pada perempuan.
Dari data terkait, dapat disimpulkan bahwa praktik sunat terhadap perempuan sangat sulit dihilangkan. Terlebih, hal ini dilakukan atas dasar agama serta tradisi dalam keluarga atau masyarakat.
"Alasan paling banyak adalah perintah agama. Lebih dari 90% mengatakan itu dan yang beralasan faktor tradisi (sebanyak) 80,4%," tandasnya.