Pada awal tahun 2019, studi yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine juga menemukan bahwa rokok elektrik dua kali lebih efektif dibandingkan terapi pengganti nikotin (permen karet, lozenge, patches, dan inhaler) dalam membantu perokok berhenti dari kebiasaan merokok.
Dalam riset yang terbit awal tahun ini, peer-reviewed study yang dilakukan oleh Centre of Substance Use Research (CSUR) dan dipublikasikan di Journal of Pulmonary and Respiratory Medicine, juga melaporkan bahwa total konsumsi rokok di antara perokok peserta studi tersebut berkurang sekitar 73 persen, dalam periode 3 bulan sejak mereka menggunakan produk tembakau alternatif, termasuk rokok elektrik dan vape.
Namun, penelitian ilmiah juga menemukan risiko bahaya kesehatan yang muncul terkait penggunaan rokok elektrik.
Peneliti Kathleen Caron dari University of North Carolina menemukan bahwa penggunaan rokok elektrik selama kehamilan memengaruhi kesehatan jangka panjang dan metabolisme anak. Selain itu penggunaan rokok elektrik juga menunda implantasi embrio ke rahim, yang bisa menyebabkan masalah kesuburan.
Baca Juga: Lembaga Kesehatan AS Minta Masyarakat Jauhi Penggunaan Rokok Elektrik
Pun dengan risiko penyakit kardiovaskular, ilmuwan di Universitas Stanford menyebut ada kandungan nikotin yang berbeda pada liquid rokok elektrik dan bisa menyebabkan kerusakan DNA, kematian sel serta peradangan.
Mereka pun percaya kerusakan sel-sel yang melapisi pembuluh darah dapat menyebabkan pembuluh mengeras dan membentuk gumpalan. Artinya, penggunaan vape yang terlalu berlebihan dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.
Rokok elektrik boleh jadi membantu perokok untuk berhenti Hanya saja, remaja yang belum merokok bisa jadi perokok setelah mencoba rokok elektrik. Hal ini dibuktikan oleh studi yang dilakukan Emotion and Addiction Laboratory, University of Southern California Health, kepada 2.500 pelajar SMA di Los Angeles.
Simpang Siur Peraturan Rokok Elektrik di Indonesia
Di Indonesia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan telah mengenakan cukai sebesar 57 persen para produk rokok elektrik sejak 1 Juli 2018 lalu.
Baca Juga: Raksasa Rokok Elektrik di AS Jadi Sorotan, Diduga Biang Penyakit Paru-Paru
Hal tersebut yang kemudian menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Produk rokok elektrik belum mendapat izin edar BPOM namun sudah dikenai cukai, sehingga menimbulkan kebingungan, apakah produk rokok elektrik legal atau ilegal?
Di sisi lain, pengenaan cukai malah semakin membuat produsen rokok elektrik percaya diri menjual produknya secara terang-terangan. Kementerian dan lembaga pemerintah jadi terkesan main lempar tangan. Sementara produk rokok elektrik masih bebas diperjualbelikan tanpa pengawasan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan izin kepada perusahaan rokok elektrik untuk menjual produknya di Indonesia. Meski demikian, ia mengakui bahwa BPOM tidak memiliki wewenang pengawasan produk tersebut.
"Kalau dilihat dari aspek izin edar, (rokok elektrik) ilegal. Tapi kami belum bisa melakukan pengawasan karena belum ada payung hukumnya," kata Penny saat ditemui media di Gedung Serbaguna Kemkominfo, Senin, (16/9/2019).
Payung hukum yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Dalam PP tersebut, belum ada nomenklatur rokok elektrik meski jelas-jelas rokok elektrik mengandung nikotin.
Untuk itu, kata Penny, pihak BPOM telah melakukan beberapa langkah terkait peran, tugas, dan fungsi BPOM termasuk mengambil sampel rokok elektrik untuk kemudian meneliti kandungannya.
"BPOM juga sudah melakukan FGD (Focus Group Discussion) untuk melakukan kajian sehingga kami mengeluarkan policy paper dikaitkan dengan potensi bahaya, kandungannya apa, dan apa yang telah terjadi di negara lain," tambah Penny.
![Ratusan orang mengalami gangguan pernapasan dan sesak napas, diduga karena penggunaan produk rokok elektrik alias vape. (Dok. Suara.com)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/09/18/37841-ilustrasi-vape-rokok-elektrik.jpg)
Sementara Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Anung Sugihantono, M.Kes mengatakan bahwa peraturan rokok elektrik masih dalam tahap pembahasan. Anung mengaku Kemenkes tengah mendorong untuk mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, untuk memasukkan rokok elektrik ke dalamnya.
"Definisi umum pada pasal 1 tentang pengertian rokok tentang tembakau akan dijelaskan sejalan dengan perkembangan teknologi. Karena masih ada yang mengatakan kalau vape (rokok elektrik) ini bukan rokok hanya uap saja berbeda dengan tembakau dan produk turunannya, meski di dalam vape ada nikotin," kata Anung.
Kemenkes, kata Anung, juga tengah mendorong aturan pada kemasan rokok elektrik agar pengguna dapat membaca apa saja kandungan yang mereka hirup.
Dukungan pembuatan peraturan soal rokok juga datang dari Ketua Komisi IX DPR-RI, Dede Yusuf. Ia mengimbau agar pemerintah segera berembuk membuat peringatan mengenai peredaran rokok elektrik di masyarakat.
"Menurut saya pemerintah harus mulai mengawasi rokok elektrik karena yang pakai rokok elektrik anak-anak pun sudah pakai, perempuan juga menggunakan rokok elektrik karena ada wanginya. Rokok elektrik bagaimana pun juga adalah sesuatu yang dibakar. Ketika sesuatu yang dibakar ada karbonnya di situ, pasti juga akan menghasilkan efek (negatif) pada akhirnya," kata Dede Yusuf.
Dede Yusuf juga sadar di negara Amerika Serikat sana, rokok elektrik telah didakwa menyebabkan berbagai masalah kesehatan terutama kesehatan paru-paru. Untuk itu ia mendesak agar pemerintah segera memberikan peringatan terhadap penggunaan rokok elektrik.
"Harus ada semacan peringatan. Melarang tentu harus ada kajian tapi mulai harus ada warning. Lebih baik melakukan sesuatu daripada tidak melakukan apa-apa," tutupnya.