Rokok juga telah membebani keluarga miskin, meningkatkan stunting, membebani pembangunan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional, menghambat perbaikan kualitas sumber daya manusia dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Sekitar Rp 500 triliun lebih habis untuk rokok. Angka ini jauh lebih besar dari penerimaan cukai kita. Jika cukai SKM (sigaret kretek mesin) naik 35 persen menurut hitung-hitungan kami, pravelensi bisa turun 10 persen dan kenaikan pendapatan sampai 10 persen," tambah Planning and Policy Specialist dari CISDI, Yurdhina Meilissa.