Berjalan Mundur, Empat Negara Eropa Kehilangan Status Bebas Campak

Minggu, 01 September 2019 | 17:00 WIB
Berjalan Mundur, Empat Negara Eropa Kehilangan Status Bebas Campak
Ilustrasi pasien campak. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Empat negara Eropa kehilangan status bebas campak. Negara tersebut adalah Albania, Republik Ceko, Yunani, dan Inggris. "Kami berjalan mundur, kami berada di jalur yang salah," kata Kate O'Brien, Departemen Imunisasi WHO.

O'Brien mengatakan keempat negara Eropa yang telah kehilangan status bebas campak memiliki cakupan vaksinasi sangat tinggi.

"Ini adalah bel alarm yang berdering di seluruh dunia, mampu mencapai cakupan nasional yang tinggi tidak cukup, ini harus dicapai di setiap komunitas, dan setiap keluarga untuk setiap anak," katanya seperti dilansir dari BBC.

Untuk dapat dinyatakan sebagai negara bebas campak, suatu negara harus bebas dari penyakit tersebut selama 12 bulan.

Baca Juga: Wabah Campak di AS Semakin Parah, Korban Terinfeksi Nyaris 1.000 Orang

Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan berpotensi menyebabkan kejadian fatal yang menyebabkan batuk, ruam, dan demam.

Penyakit campak sebenarnya dapat dicegah melalui dua dosis vaksin MMR, yang tersedia secara gratis.

Beberapa pakar kesehatan memperingatkan bahwa hoaks mengenai vaksin campak telah menyebabkan penyakit tersebut menyebar semakin luas.

Hampir semua wilayah di dunia menunjukkan peningkatan kasus campak, salah satunya di Amerika dan Autralia.

Hingga saat ini, hampir 365.000 kasus campak telah dilaporkan di seluruh dunia. Hampir tiga kali lipat lebih besar dari pada paruh pertama tahun 2018 lalu.

Baca Juga: Angka Vaksinasi Rendah, Wabah Campak di AS Semakin Parah

Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, dan Ukraina merupakan tiga negara dengan wabah campak terbesar di dunia.

Secara keseluruhan, kasus campak terus menurun di seluruh dunia, hingga pada 2016 lalu penyakit tersebut mulai muncul kembali.

Para pejabat di WHO mengatakan alasan penyebaran baru bervariasi dari satu negara ke negara. Beberapa orang tidak memiliki akses ke program vaksinasi, sementara yang lainnya salah menerima informasi tentang penyakit dan cara mencegahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI