Suara.com - Beberapa waktu yang lalu seorang remaja 13 tahun asal George Town memutuskan untuk bunuh diri lantaran dirinya tidak dapat menyelesaikan PR-nya.
Menurut laporan media lokal NST pada 25 Agustus 2019 lalu, sang anak gantung diri menggunakan handuk di dalam kamar mandi beberapa saat setelah mengerjakan PR dengan sang ibu.
Investigasi oleh polisi menunjukkan bahwa dia tidak pernah benar-benar tertarik untuk belajar dan selalu lemah secara akademis.
Selain itu, ia juga banyak mengeluh kepada orang tuanya karena terlalu banyak mengerjakan PR dan bagaimana hal itu membuatnya stres.
Baca Juga: Kumpulkan PR, Bocah Malah Di-bully dan Ditikam Pakai Pensil
Berdasarkan penelitian, beberapa siswa secara teratur ternyata menerima pekerjaan rumah dalam jumlah lebih banyak daripada yang direkomendasikan oleh para ahli.
Melansir Healthline, ketika anak didorong untuk menangani beban kerja yang tidak selaras dengan tingkat perkembangan mereka, itu dapat menyebabkan stres yang signifikan, baik untuk sang anak maupun sang ibu.
Baik National Education Association (NEA) dan the National PTA (NPTA) mendukung standar "10 menit pekerjaan rumah per tingkat kelas" dan menetapkan batas umum untuk belajar setelah sekolah.
Para ahli mengatakan mungkin ada kerugian nyata bagi anak-anak muda yang didorong untuk melakukan lebih banyak pekerjaan rumah daripada standar tersebut.
"Data menunjukkan bahwa pekerjaan rumah pada tingkat ini tidak hanya tidak bermanfaat bagi nilai anak-anak, tetapi ada banyak bukti bahwa itu merusak sikap mereka tentang sekolah, nilai mereka, kepercayaan diri mereka, keterampilan sosial mereka, dan kualitas hidup mereka,” kata Donaldson-Pressman kepada CNN.
Baca Juga: Tak Kerjakan PR, Bocah 9 Tahun Tewas Dipukuli Ibunya Selama 5 Jam