Studi: Mi Instan Dapat Meningkatkan Risiko Sindrom Metabolik

Rabu, 21 Agustus 2019 | 15:59 WIB
Studi: Mi Instan Dapat Meningkatkan Risiko Sindrom Metabolik
Ilustrasi makan mi instan (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mi instan akan menjadi pilihan makanan pada akhir bulan bagi beberapa orang. Alasannya karena, murah, mudah dan pastinya enak.

Tapi sayangnya, menurut sebuah penelitian yang dikutip dari Live Science, makanan ini dapat meningkatkan risiko perubahan metabolisme yang berkaitan dengan penyakit jantung dan stroke.

"Meski mi instan itu mudah dibuat dan enak, ada kemungkinan makanan ini dapat meningkatkan risiko 'sindrom metabolik' dari tingginya kandungan natrium, lemak jenuh tidak sehat dan kandungan glikemik," kata rekan penulis dari studi Hyun Shin, seorang kandidat doktoral di Harvard Sekolah Kesehatan Masyarakat di Boston.

Penelitian ini menganalisis kesehatan dan pola makan hampir 11 ribu orang dewasa di Korea Selatan antara usia 19 hingga 64 tahun.

Baca Juga: Demi Beri Teman Kado Bermerek, Gadis ini Makan Mi Instan Sebulan Penuh

Hasil penelitian melaporkan, wanita yang makan mi instan dua kali seminggu atau lebih memiliki risiko lebih tinggi mengalami sindrom metabolik daripada mereka yang makan mi instan jarang atau tidak sama sekali.

Tetapi untuk lelaki, hasilnya justru berbeda.

Ilustrasi sakit dada lelaki. (Shutterstock)
Ilustrasi sakit pada dada lelaki. (Shutterstock)

Shin dan rekan-rekannya menebak perbedaan biologis antara jenis kelamin, seperti efek hormon seks dan metabolisme, mungkin menjelaskan kurangnya hubungan yang jelas antara makan mi instan dan mengembangkan sindom metabolik.

Berdasarkan Mayo Clinic, sindrom metabolik adalah sekelompok kondisi yang terjadi bersamaan, meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2.

Bagian apa yang buruk dari mi instan?

Baca Juga: Baru Dirilis, Mi Instan Ini Diklaim Sehat untuk Tubuh, Apa Kandungannya?

"Mie instan mengandung banyak lemak, tinggi garam, tinggi kalori dan diproses, semua faktor tersebut dapat berkontribusi pada beberapa masalah kesehatan yang ditangani oleh para peneliti," kata Lisa Young, seorang ahli gizi dan profesor di New York University.

"Itu tidak berarti bahwa setiap orang akan merespons dengan cara yang sama, tetapi yang perlu diingat adalah bahwa itu bukan produk yang sehat, dan itu adalah makanan olahan," tambahnya.

Makanan olahan umumnya mengandung gula dan garam dalam jumlah tinggi, terutama karena mereka dirancang agar dapat bertahan lama.

Tapi Young mengatakan mungkin ada cara untuk meredam bahaya mi instan tanpa tidak mengonsumsinya sama sekali.

"Nomor satu, jangan makan setiap hari. Nomor dua, kontrol porsi," jelas Young.

Ia juga merekomendasikan untuk mengonsumsi mi instan dengan mencampurnya dengan sayuran serta makanan lain yang lebih sehat dan tidak diproses.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI