Suara.com - Tahukan Anda bahwa setiap satu menit, dua anak meninggal karena pneumonia? Usia paling rentan adalah di bawah 2 tahun, mereka seringkali harus berjuang bernapas untuk bisa tetap hidup, bahkan sebelum mereka belajar bicara dan berjalan.
Dr. Erna Mulati MSc. CMFM, Direktur Kesehatan Keluarga, Direktorat Jenderal Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI, mengatakan tingginya angka kematian yang diakibatkan oleh pneumonia sebagai pembunuh balita tertinggi di dunia menjadi dasar badan kesehatan dunia WHO mengembangkan pedoman tata laksana penanganan pneumonia yang fokus pada perlindungan, pencegahan, dan pengobatan.
"Indonesia sudah memiliki panduan pengendalian pneumonia yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari program pengendalian infeksi pernapasan akut. Namun, panduan untuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pernapasan Akut yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan di tahun 2011 juga belum diperbaharui sesuai dengan GAPPD. Aktivitas-aktivitas ini, yang ada di panduan ini, juga kurang mengangkat pelibatan komunitas, LSM, organisasi pekerja kesehatan profesional, sekolah kesehatan masyarakat dan universitas, serta sukarelawan kesehatan di program pencegahan pneumonia," ungkap Erna belum lama ini di Jakarta.
Untuk itu, Selina Patta Sumbung, Ketua Yayasan Sayangi Tunas Cilik partner of Save The Children, mengembangkan materi-materi informasi, edukasi, dan komunikasi serta strategi komunikasi perubahan perilaku masyarakat terkait kesehatan. Ditambah mengeluarkan perangkat komunikasi untuk menyebarkan pengetahuan terkait pneumonia dan sikap kesehatan yang baik melaluo meda informasi. Pihaknya juga memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah untuk melakukan beberapa tindakan.
Baca Juga: Lepas Dari Pengamatan Orang Tua, Balita Ditemukan Meninggal Dunia di Parit
"Melakukan koordinasi antar Kementerian/Lembaga terkait, baik di nasional, provinsi, dan kabupaten/kota termasuk antar daerah yang lebih terintegrasi, mendirikan suatu wadah yang mengintegrasikan data pneumonia di beberapa instansi kesehatan seperti klinik swasta, rumah sakit, layanan kesehatan primer atau Puskesmas, dan dinas-dinas kesehatan di kabupaten/kota, provinsi dan nasional yang dapat diakses walau dengan keterbatasan teknologi dan listrik," papar Selina.
Ditambah menaikkan anggaran untuk pelatihan dan promosi kesehatan sebagai strategi pencegahan pneumonia. Lalu membangun kerjasama yang lebih bermakna antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil maupun anggota masyarakat secara umum, termasuk kader kesehatan dengan mendeskripsikan tugas dan peran masyarakat dalam panduan-panduan pemerintah untuk pengendalian pneumonia.
"Membuat sistem rujukan dan administrasi BPJS lebih fleksibel untuk penyakit berbahaya seperti pneumonia di daerah-daerah terpencil dan melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor penyebab dan pencegah pneumonia, misalnya terkait dengan jenis kelamin anak dan peran-peran gender dalam masyarakat," imbuhnya.