Suara.com - Peningkatan Jumlah Perokok Anak Dinilai Bakal Jadi Bencana Demografi
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018, prevalensi merokok pada remaja usia 10 sampai 18 tahun mengalami peningkatan sebesar 1,9% dari tahun 2013 (7,20%) ke tahun 2018 (9,10%).
Angka persentase tersebut jauh melampaui batas atas yang ditentukan dalam RPJMN 2019 sebesar 5,4%.
Untuk itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Tobacco Control Support Center (TCSC), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), mengadakan seminar bertajuk "Mengajak Remaja Melawan Jeratan Industri Rokok" di Gedung Serbaguna BKKBN di Jakarta Timur, Selasa, (13/8/2019).
Baca Juga: Ini Penyebab Prevalensi Perokok Anak Sulit Diturunkan
Dalam seminar tersebut dipaparkan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok remaja tertinggi di dunia.
Dua puluh persen dari total seluruh pelajar SMP di Indonesia berusia 13-15 tahun sudah pernah merokok dan lebih dari 30 persen anak Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun.
"Tidak ada pilihan lain kita harus berusaha dan berupaya menekan jumlah perokok anak. Peningkatan jumlah perokok anak akan menjadi bencana demografi," kata ketua TCSC-IAKMI, dr. Sumarjadi Arjoso, SKM.
Hal serupa juga dipaparkan oleh Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari. Kata Lisda, Indonesia terancam tidak akan mendapat Bonus demografi karena perokok anak saat ini beresiko mengidap penyakit kronis. "Kita gagal menurunkan jumlah perokok anak. bukan hanya pemerintah tapi kita sebagai warga masyarakat juga gagal," tambah Lisda.
Untuk itu, acara diisi dengan Deklarasi Remaja untuk mengajak seluruh anak muda dan masyarakat Indonesia sama-sama menolak menjadi korban jeratan industri rokok dan mendukung semua peraturan pengendalian tembakau.
Baca Juga: Jumlah Perokok Anak Meningkat, Ini Kata Menteri Yohana