Suara.com - Selamat Hari Anak Nasional, Ini 4 Masalah Kesehatan Anak di Indonesia
Kesehatan anak merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Sebabnya, anak-anak merupakan generasi penerus yang akan memimpin Indonesia di masa depan.
Jangan sampai, anak-anak yang memiliki masa depan cerah tak bisa menggapai mimpi gara-gara masalah kesehatan yang sejatinya bisa dicegah.
Nah, bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional, Suara.com merangkum 4 masalah utama kesehatan anak di Indonesia, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018. Apa saja?
Baca Juga: Menggemaskan, Begini Cara Google Rayakan Hari Anak Nasional 2019
1. Berat badan lahir rendah
Anak dengan berat badan lahir rendah bisa mengalami hambatan tumbuh kembang, serta lebih mudah terserang infeksi dari virus dan bakteri.
Proporsi berat badan lahir rendah di bawah 2,5 kg Indonesia ada di angka 6,2 persen, dengan Provinsi Jambi ada di peringkat teratas (2,6 persen) dan Sulawesi Tengah di peringkat terbawah (8,9 persen).
2. Gizi buruk
Gizi buruk bisa membuat tumbuh kembang anak terhambat. Anak yang asupan gizinya kurang bisa bertubuh pendek dan perkembangan otaknya tak maksimal.
Baca Juga: Anak Berhadapan Hukum Tertinggi, Potret Buram Perlindungan Anak Indonesia
Proporsi status gizi buruk dan gizi kurang secara nasional turun dari 19,6 persen pada 2013 menjadi 17,7 persen pada 2019. Sayangnya, di beberapa daerah seperti NTB, NTT, Papua Barat, dan Gorontalo angkanya masih tinggi, di atas 20 persen.
3. Kegemukan dan obesitas
Indonesia mengalami double burden masalah gizi. Selain gizi buruk, anak Indonesia juga mengalami kegemukan dan obesitas.
Saat ini, proporsi balita kegemukan di Indonesia mencapai 8 persen, dengan provinsi Papua di peringkat teratas (13,2 persen) dan Nusa Tenggara Barat (3,3 persen) di posisi terbawah.
4. Merokok
Perilaku merokok pada anak dan remaja usia 10-18 tahun mengalami kenaikan dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.
Merokok bisa menyebabkan beragam masalah kesehatan seperti ISPA, asma, penyaki paru obstruktif kronik, hingga meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker di masa depan.