Suara.com - Anak-anak punya preferensi sendiri ketika memilih makanan. Dan paling sering, mereka menolak makanan sehat yang Anda sodorkan. Akankah si kecil kekurangan gizi karena menolak makanan sehat? Yuk, cari jawabannya disini, seperti dilansir dari Parents.com.
Mitos 1:
Anak membutuhkan daging merah untuk mencegah anemia
Balita bisa mendapatkan banyak zat besi dari makanan selain daging merah. Tentu saja ini kabar baik bagi para ibu yang khawatir si kecil menolak makan daging, lantaran teksturnya yang sulit dikunyah oleh anak-anak, demikian dikatakan Kathleen Zelman, MPH, seorang ahli diet terdaftar dan juru bicara untuk American Dietetic Association di Atlanta.
Meskipun daging merah mengandung zat besi yang mudah diserap, balita dapat memenuhi kebutuhan mineralnya dengan mengonsumsi sereal dan roti yang diperkaya oleh zat besi, buah-buahan kering seperti kismis, sayur bayam, kacang-kacangan, telur, ikan, dan daging unggas.
Mitos 2:
Anak tak suka sayur akan kekurangan vitamin dan mineral
Banyak anak tak suka sayuran, dan mereka baik-baik saja. Salah satu alasannya mungkin karena mereka menyukai buah-buahan yang rasanya lebih manis, yang bisa menjadi pengganti nutrisi dari sayuran. "Nutrisi pada buah sebanding kandungan vitamin dan seratnya (dengan sayur)," kata Jo Ann Hattner, M.P.H., seorang ahli diet dan nutrisi anak di Palo Alto, California.
Baca Juga: Ini Cara Membiasakan Anak Makan Sehat
Jadi, ketika si kecil menolak makan wortel, misalnya, tawarkan aprikot dan blewah untuk menebus kekurangan vitamin A dan karoten yang berasal dari wortel. Atau jika si kecil tak suka bayam, Anda bisa menggantinya dengan stroberi atau jeruk untuk membantu memenuhi kebutuhan asam folat. Kemudian pisang adalah alternatif yang baik untuk kentang sebagai sumber kalium, dan buah jeruk dapat menggantikan brokoli untuk memenuhi kebutuhan vitamin C.
Mitos 3:
Gula membuat anak-anak menjadi hiperaktif
Tak dipungkiri jika makanan manis yang tinggi gula merupakan favorit anak-anak. Dan konsumsi gula berlebih kerap dikaitkan dengan hiperaktivitas.
"Studi tidak menemukan efek seperti itu pada anak-anak," kata Scott Sicherer, M.D., asisten profesor pediatri di Mount Sinai School of Medicine, di New York City. "Faktanya, hewan lab yang diberi makan diet tinggi gula menjadi kurang aktif."
Jika mitos tersebut tidak benar, lalu dari mana mitos ini berasal? Ada kemungkinan orangtua melihat seorang anak menjadi energik setelah mengonsumsi permen seperti cokelat atau soda, yang keduanya ternyata mengandung kafein. Nah, kafein ini merupakan stimulan, dan bisa jadi merupakan dalang di balik hiperaktivitas anak yang tak disadari, demikian kata Dr. Sicherer.
Mitos 4:
Susu diperlukan untuk tulang yang kuat
Susu adalah salah satu sumber kalsium terbaik, tetapi jika si kecil tidak mau minum susu, ia masih bisa mendapatkan jumlah kalsium yang cukup dari makanan lain, demikian dikatakan Zelman. Ini termasuk yogurt, keju, susu kedelai yang diperkaya kalsium, brokoli, tahu, sayuran berdaun hijau, dan jus jeruk 100 persen yang diperkaya kalsium.
Baca Juga: Anak Makan Pepaya saat Pup Warna Fesesnya Sama, Apakah Pencernaannya Sehat?
Yang paling penting adalah bahwa anak Anda memenuhi asupan harian yang disarankan, yaitu 500 miligram kalsium sehari untuk anak-anak usia 1 hingga 3, 800 miligram untuk anak usia 4 hingga 8 tahun, dan 1.300 miligram untuk anak-anak berusia 9 tahun ke atas.
Mitos 5:
Roti putih tidak memiliki nutrisi
Si kecil tentu lebih suka roti putih yang lembut dibanding roti gandum yang kasar. Memang, roti yang dibuat dari tepung gandum masih merupakan pilihan ideal, kata Theresa Nicklas, Dr.P.H., seorang profesor pediatri di Children's Nutrition Research Center di Baylor College of Medicine, di Houston. Kandungan seratnya yang tinggi membantu mencegah sembelit, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes.
Meski begitu, bukan berarti roti putih miskin nutrisi. Roti putih sering diperkaya dengan zat besi dan vitamin B seperti niasin, asam folat, tiamin, dan riboflavin. Jadi, jika si kecil tidak mau makan roti gandum, tidak apa-apa Anda memberinya roti putih. Mereka masih bisa mendapat serat dari tempat lain - dengan menambahkan ekstra buah, misalnya. (Rosalin Febriyanti)