Suara.com - Pemanis Buatan Rendah Kalori Beri Dampak Kesehatan yang Sama Seperti Gula?
Beredarnya informasi hoaks kesehatan tentang diabetes bukan hanya mengandung informasi salah tetapi juga dikhawatirkan dapat memperburuk kondisi kesehatan pasien diabetesi.
Hal tersebut disampaikan dr. Dante Saksono, SpPD-KEMD, PhD, Kepala Divisi Metabolik-Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dalam acara #BeatDiabetes di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu, (14/7/2019).
Salah satu jenis hoaks kesehatan mengenai diabetes yang sampai ke publik adalah, bila orangtua laki-laki terkena diabetes, maka anak perempuan lah yang akan memiliki kemungkinan terkena diabetes lebih tinggi atau adanya risiko saling-silang.
Baca Juga: Uji Coba Lalu Lintas Kota Bandung, Kepadatan Mengular Hingga Arah Pasteur
Padahal kata Dante, hal tersebut merupakan informasi salah yang menyesatkan.
"Jika ayah memiliki diabetes, maka anak memiliki risiko terkena diabetes 25 persen. Jika kedua orangtua terkena diabetes, maka risiko anak (terkena diabetes) menjadi 50 persen. Dan jika kedua orangtua terkena diabetes di bawah usia 30 tahun, maka risiko anak terkena diabetes naik menjadi 70 persen," kata Dante.
Salah satu informasi keliru lain di masyarakat adalah terkait pemanis rendah kalori yang dianggap sama saja dengan gula. Menurut Dante, pemanis rendah kalori sebagai pengganti gula pasir sudah lazim dipakai sebagai alternatif penggganti gula, serta mendapatkan izin edar dari BPOM, sehingga sudah terbukti aman dikonsumsi.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menganjurkan batas maksimum konsumsi gula seseorang hanya 4 sendok makan perhari. "Hadirnya pemanis rendah kalori dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang perlu membatasi asupan gula hariannya," kata Dante.
Baca Juga: Canggih Banget, Ini Keunggulan Bantal Leher Xiaomi