Tentang Skizofrenia, Kondisi yang Diidap Wanita Pembawa Anjing ke Masjid

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 03 Juli 2019 | 06:55 WIB
Tentang Skizofrenia, Kondisi yang Diidap Wanita Pembawa Anjing ke Masjid
Bidik layar video viral wanita pembawa anjing marah-marah di dalam masjid. (istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Untuk menjelaskan penyebab skizofrenia, ada dua teori besar utama. Pertama, hipotesis dopamin menjelaskan bahwa skizofrenia muncul karena masalah ketidakseimbangan dopamin, yaitu senyawa kimia pengirim informasi yang ada di otak. Bukti-bukti teori ini dapat dilihat dari obat-obatan skizofrenia yang intinya mengurangi absorpsi dopamin ke sinaps-sinaps. Selain itu, penemuan dalam ranah genetik juga menunjukkan bahwa gen yang terkait dengan fungsi dopamin memang berhubungan dengan skizofrenia.

Kedua, teori kognitif yang menjadi landasan dari terapi kognitif perilaku untuk skizofrenia. Dalam teori ini, skizofrenia dianggap muncul karena adanya interpretasi yang salah pada pengalaman anomali. Pengalaman anomali tersebut bisa seperti salah dengar ada orang yang memanggil. Kesalahan interpretasi ini umumnya mudah terjadi bila orang tersebut memiliki konsep diri yang buruk dan sering mengalami perasaan negatif seperti depresi dan cemas.

4. Bagaimana cara menangani skizofrenia?

Cara menangani skizofrenia di setiap negara berbeda-beda tergantung sistem kesehatan di negara itu. Walau demikian, ada juga banyak kesamaannya. Contohnya, baik di Indonesia, Inggris, atau Jerman, penanganan utama untuk skizofrenia adalah terapi obat dengan obat-obatan antipsikotik.

Baca Juga: Wanita Pembawa Anjing ke Masjid Mengamuk saat Jalani Observasi Kejiwaan

Obat yang sering digunakan di Indonesia adalah antipsikotik generasi pertama seperti chlorpromazine, sedangkan di Inggris dan Jerman antipsikotik yang sering digunakan adalah antipsikotik generasi kedua. Berdasarkan hasil gabungan analisis berbagai penelitian, ditemukan bahwa efektivitas kedua jenis obat untuk menghilangkan gejala skizofrenia itu tidak jauh berbeda, tapi ada perbedaan yang besar di efek samping. Efek samping antipsikotik generasi pertama umumnya lebih banyak daripada antipsikotik generasi kedua, seperti tremor dan penambahan berat badan.

Satu lagi perbedaan adalah kesediaan psikoterapi. Di Inggris, terapi kognitif-perilaku untuk skizofrenia rutin ditawarkan bersamaan dengan antipsikotik. Di Jerman, terapi kognitif-perilaku untuk skizofrenia juga sudah tersedia, terutama di klinik di Hamburg. Di Indonesia, terapi ini masih sedang dalam proses pengembangan dan belum sampai ke tahap pengujian, maka dari itu terapi ini masih belum dapat ditawarkan.

5. Kalau begitu, apa solusinya?

Pertanyaan pertama yang muncul di kalangan pasien skizofrenia adalah apakah saya bisa sembuh? Kata “sembuh” itu sangat sulit untuk dicapai pada banyak kondisi medis dan psikis. Contohnya, sakit flu itu tidak pernah sembuh karena virus flu yang ada di dalam tubuh itu belum bisa kita hilangkan. Selain itu, status virus sebagai benda hidup atau benda mati saja masih diperdebatkan.

Maka, bila minum obat flu, kemudian gejalanya hilang dan kita merasa sembuh, itu kurang tepat karena virusnya masih ada. Sama dengan skizofrenia, terapi obat dan psikologis dapat menghilangkan gejala, tapi terkadang gejala masih bisa muncul tanpa sebab yang benar-benar jelas.

Baca Juga: SM, Wanita Pembawa Anjing ke Masjid Ternyata Pengidap Skizofrenia

Penanganan untuk skizofrenia yang paling sesuai dengan hasil penelitian mutakhir ada di Inggris. Di sana, Kementerian Kesehatan mengeluarkan keputusan bahwa penanganan untuk skizofrenia pada dasarnya adalah terapi obat antipsikotik. Pada saat yang sama, pasien skizofrenia selalu diberikan tawaran untuk mendapatkan terapi kognitif perilaku untuk skizofrenia dari psikolog klinis dewasa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI