4 Mitos Soal Penyakit Asma yang Masih Sering Dipercaya

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Selasa, 02 Juli 2019 | 15:29 WIB
4 Mitos Soal Penyakit Asma yang Masih Sering Dipercaya
Mitos penyakit asma masih beredar di masyarakat. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - 4 Mitos Soal Penyakit Asma yang Masih Sering Dipercaya

Asma merupakan salah satu penyakit pernapasan yang jika dikontrol dengan baik, tidak akan menyebabkan kematian. Sayangnya, masih ada orang yang menderita asma menganggap penyakitnya terkendali dengan baik, padahal sebenarnya tidak.

Hal ini terjadi akibat masih tingginya hoaks dan mitos kesehatan seputar asma yang beredar di masyarakat. Ketika orang memiliki informasi yang kuat tentang bagaimana mengendalikan asma mereka dan mengurangi gejala, mereka lebih mampu menjalani kehidupan aktif yang mereka inginkan.

Salah satu mitos yang sudah terbukti tidak benar adalah asma diperlakukan yang sempat dipercaya sebagai penyakit psikosomatik, kini sudah ditanggapi dengan serius.

Baca Juga: Wali Kota Risma Masuk ICU karena Asma, Ketahui Tanda yang Bisa Ancam Nyawa

Dirangkum dari laman Health24, berikut 4 mitos soal penyakit asma yang sudah terbukti tidak benar:

1. Cuka sari apel meningkatkan gejala asma

Cuka telah digunakan sebagai obat tradisional selama ribuan tahun. Bahkan, cuka sari apel digunakan oleh Hippocrates sebagai pengobatan antibiotik dan sebagai desinfektan luka di masa perang. Cuka sari apel mentah yang difermentasi sekarang disebut-sebut sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit yang berkisar dari refluks lambung hingga penurunan berat badan.

Penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki beberapa manfaat yang diklaim, tetapi tidak ada bukti ilmiah bahwa cuka akan meningkatkan asma.

2. Penderita asma tidak boleh olahraga

Baca Juga: Asma Sering Kambuh, Pelawak Qomar Dibebaskan

Berolahraga secara teratur adalah salah satu poin gaya hidup sehat. Olahraga juga penting agar paru-paru dapat berkerja sebaik mungkin.

Asma memang bisa kambuh saat olahraga, namun kekambuhan hanya terjadi di lingkungan dengan udara dingin yang kering. Perlu waktu lebih lama untuk gejala bahkan mulai jika paru-paru dalam kondisi yang baik.

Ilustrasi Penyakit Asma (Shutterstock)
Ilustrasi Penyakit Asma (Shutterstock)

3. Penggunaan spacer dan inhaler

Inhaler merupakan obat pereda serangan asma. Saking mudahnya digunakan, tak sedikit yang meremehkan penggunaan inhaler, dan menggunakannya tanpa spacer alias rongga penyimpanan.

Padahal spacer penting untuk memaksimalkan efek inhaler agar obat yang disemprotkan langsung masuk ke paru-paru, bukan perut.

4. Asma penyakit keturunan

Asma merupakan salah satu bentuk alergi. Sifat alergi inilah yang diturunkan orang tua kepada anaknya, bukan penyakit asma itu sendiri.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh American Journal of Repiratory and Critical Care Medicine, menyebutkan, bila salah satu dari orang tua seorang anak menderita asma, maka risiko anak tersebut mengidap asma tiga kali lebih besar daripada orang lain yang orang tuanya tidak mengidap asma. [Rosalin Febriyanti]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI