“Syarat untuk siswa berkebutuhan khusus adalah ada rekomendasi dari psikolog resmi, yang mengeluarkan surat keterangan, bahwa anak itu berkebutuhan khusus dan sanggup atau siap untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah reguler,” kata Baskara Aji.
Penerapan syarat itu, tambah Baskara Aji, untuk kepentingan siswa difabel sendiri. Pengalaman sebelumnya, banyak orangtua siswa difabel memaksakan anaknya masuk sekolah reguler padahal tidak siap mengikuti pembelajaran di sana. “Ini justru akan merugikan anak bersangkutan, karena anak itu sebaiknya direkomendasikan masuk ke SLB (Sekolah Luar Biasa),” tambah Baskara Aji.
Dilain pihak, Joni mengatakan justru sebaiknya seluruh siswa difabel diterima dulu di sekolah reguler. Setelah itu dapat dipetakan persoalan yang dihadapi dan jalan keluar yang dibutuhkan. Komunitas dan organisasi difabel di seluruh Indonesia diakui Joni dengan senang hati akan membantu setiap sekolah mencari jalan keluar.
“Tantangan sekolah akan sangat spesifik. Sebab bisa saja, sekolah A menghadapi kawan yang down syndrome, sekolah B diisi teman-teman tuli, sekolah C diisi teman-teman tunanetra. Jadi akan sangat spesifik model penyelesaiannya. Yang diperlukan adalah asesmen untuk menentukan proses pembelajaran yang cepat, modifikasi kurikulum, media pembelajaran, metode penyampaiannya harus bagaimana, pengelolaan kelasnya bagaimana,” kata Joni.
Baca Juga: Sistem Zonasi PPDB 2019 Bermasalah, KPAI Buka Posko Pengaduan
Seperti diketahui sistem zonasi sendiri setidaknya dalam dua tahun terakhir telah menuai kritik kalangan orang tua. Biasanya, kritik muncul karena anggapan adanya sekolah favorit dan tidak.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendi menjelaskan, sistem zonasi diterapkan untuk menyelesaikan sejumlah persoalan mendasar di sektor pendidikan.
“Tidak boleh ada sekolah favorit, yang favorit itu anak. Setiap sekolah harus bagus, standar pelayanan minimumnya harus terpenuhi, dan anak tetap diberi hak untuk berkompetisi tetapi sebagai individu, bukan lembaga sekolahnya. Anak-anak pintar ini biar menyebar di semua sekolah, jangan sampai ada sekolah kumpulan anak pintar dan sekolah kumpulan anak bodoh, ini sangat tidak adil,” ujar Muhajir Effendi di lain kesempatan.