Vinolia Wakidjo, Dirikan Rumah Singgah Kebaya untuk Sambung Harapan ODHA

Jum'at, 31 Mei 2019 | 11:35 WIB
Vinolia Wakidjo, Dirikan Rumah Singgah Kebaya untuk Sambung Harapan ODHA
Mami Vin di Rumah Singgah Kebaya (HiMedik/Shevinna Putti)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - 12 tahun sudah, Vinolia Wakidjo yang merupakan seorang wanita transgender (waria) mendirikan rumah singgah kebaya dan mendedikasikan dirinya membantu para penderita HIV/AIDS.

Jauh dari namanya yang terkesan tempat sewa pakaian, 'Kebaya' adalah kependekan dari Keluarga Besar Waria Yogyakarta.

Rumah singgah Kebaya yang terletak di Jalan Gowongan Lor, Malioboro, Yogyakarta ini adalah rumah yang dikhususkan untuk menampung dan merawat para penderita HIV/AIDS.

Vinolia Wakidjo atau yang akrab disapa Mami Vin sebagai pendiri rumah singgah Kebaya ini pun tak sendiri. Mami Vin juga dibantu oleh temannya yang bernama Mami Rully dan beberapa teman waria lainnya.

Baca Juga: Banyak Anak di Pakistan Terinfeksi HIV Akibat Malapraktik, Kenali Gejalanya

Mami Vin pun memiiki cerita dan alasan sendiri di balik perjuangannya mendirikan rumah singgah Kebaya ini untuk para penderita HIV/AIDS.

Ia mendirikan rumah singgah untuk menyambung harapan para penderita HIV/AIDS ini bermula dari ramainya kasus HIV yang ditudingkan kepada kaum homoseksual. Di mana kaumnya sebagai waria juga termasuk dalam homoseksual.

Perjuangan Mami Vin mendirikan rumah singgah Kebaya (HiMedik/Shevinna Putti)
Perjuangan Mami Vin mendirikan rumah singgah Kebaya (HiMedik/Shevinna Putti)

"Saat itu lagi ramai kasus HIV/AIDS dan selalu dikaitkan dengan kaum homoseksual. Nah, waria kan menjadi bagian kaum homoseksual. Jadi, ketika kita berada di masyarakat itu kita selalu di-bully katanya biangnya HIV," kata Mami Vin di rumah singgah Kebaya, Yogyakarta, Sabtu (25/05).

Saat itu Mami Vin yang juga seorang pekerja seksual pun merasa terketuk hati dan pikirannya untuk menghentikan anggapan masyarakat bahwa HIV/AIDS tidak hanya berasal dari waria.

Langkah awalnya dengan memutuskan berhenti menjadi pekerja seksual yang sudah dijalaninya selama 15 tahun. Karena, ia juga sadar betul hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan itulah penyebab menyebarnya HIV.

Baca Juga: Oknum Dokter di Pakistan Lakukan Malapraktik, 400 Orang Terinfeksi HIV

"Karena mami dulu kan juga seorang pekerja seks. Pastinya mami nggak mau mati konyol, jangan-jangan nanti menjadi salah satu orang yang terinfeksi HIV gitu. Sehingga terlintas di pikiran mami waktu itu kalau harus keluar dari kehidupan malam," ujarnya.

Keputusan Mami Vin berhenti dari dunia malam itu pun bukan hal mudah. Artinya, ia harus siap dengan segala rintangan yang ada di depannya termasuk hidup tanpa uang.

Ia juga tak lupa memeriksakan kondisinya sendiri untuk memastikan dirinya termasuk penderita HIV atau bukan. Beruntungnya, Mami Vin tidak termasuk di antara penderita HIV dan itu yang membuat langkahnya untuk berubah semakin mantap.

"Alhamdulillah setelah menunggu hasil tes selama 1 bulan, hasilnya negatif. Padahal mami mungkin harusnya positif karena kan sudah berapa orang (berhubungan) sama mami selama 15 tahun. Kena penyakit menular seksual atau kelamin pun tidak," katanya.

Perjuangan Membangun Rumah Singgah Kebaya

Pada 1993 setelah berhenti menjadi pekerja seks itulah Mami Vin bergabung dalam sebuah organisasi di Yogyakarta bernama Lentera PKBI. Mulanya, organisasi tersebut fokus pada proyek Keluarga Berencana (KB) lalu turut membahas HIV/AIDS karena semakin marak kasusnya.

Dalam organisasi tersebut Mami Vin belajar banyak tentang HIV/AIDS. Ia terjun ke lapangan turut mengedukasi anak jalanan, para pekerja seks komersil hingga kaum gay seputar virus HIV/AIDS.

Setelah 13 tahun belajar banyak tentang HIV/AIDS di Lentera PKBI, Mami Vin mulai mencari tahu penyebab teman-teman warianya meninggal akibat HIV/AIDS.

Pertama, mereka tidak memiliki keberanian untuk memeriksakan kondisinya sejak awal dan baru mengetahui setelah stadium 4 atau disebut AIDS. Pada kondisi seperti itu pastinya sulit untuk penderita bertahan hidup karena virus sudah menyerang otak dan mereka dalam keadaan depresi.

Kedua, mereka yang sudah memeriksakan diri dan mengetahui terkena HIV tidak mengonsumsi obatnya secara teratur. Hal ini juga terjadi karena tidak adanya pendampingan untuk mereka.

Karena itulah, Mami Vin pun tergugah untuk mengulurkan tangannya demi menyelamatkan teman-teman warianya yang mengidap HIV/AIDS agar tetap bertahan hidup.

"Makanya mami memutuskan untuk merawat mereka, mengantarkan ke rumah sakit, mengajak mereka berpikir positif dan memastikan mereka benar-benar minum obat," ujar.

Mami Vin berpendapat penderita HIV/AIDS sangat membutuhkan pendampingan selama masa pengobatan karena itu kondisi yang paling berat buat mereka. Konsumsi obat membuat mereka bisa berhalusinasi dan merasakan sakit luar biasa.

Saat itu Mami Vin bergerak sebagai sukarelawan dengan mengunjungi ke tempat tinggal para penderita. Jarak yang jauh dari tempat tinggal penderita satu dengan lainnya ia lalui demi memastikan mereka meminum obat secara teratur.

Sampai akhirnya, tekad mulia Mami Vin pun dilirik oleh sebuah lembaga donor yang membantunya mendirikan rumah singgah Kebaya.

Lembaga donor tersebut menyewakan sebuah rumah kontrakan untuk tempat kerja Mami Vin melaksanakan program HIV/AIDS. Lalu Mami Vin pun mengajak beberapa penderita HIV/AIDS yang dirawatnya tinggal bersama di rumah yang sampai sekarang masih berdiri itu.

Di dalam rumah singgah Kebaya itulah Mami Vin mulai membangun harapan baru untuk para ODHA. Ia berusaha memperhatikan, merawat dan memotivasi penderita HIV/AIDS agar hidup sehat.

Mulanya, Mami Vin hanya merawat waria yang menderita HIV/AIDS. Tapi, seiring berjalannya waktu makin banyak penderita yang datang ke rumah singgahnya meminta pertolongan dari berbagai kalangan.

Akhirnya, Mami Vin pun memutuskan rumah singgah tersebut dibuka untuk kalangan umum. Baik waria, gay, laki-laki, perempuan dan anak jalanan.

Namun, perjuangan Mami Vin juga tak semudah yang dibayangkan. Pasalnya, ia juga harus menghidupi para penderita di rumah singgah Kebaya itu dengan uangnya sendiri. Padahal saat itu kondisi keuangannya masih seret.

"Sejak lembaga donor itu masuk Jogja, akhirnya memberi bantuan yang ditujukan kepada mami dengan membentuk sebuah lembaga. Bantuannya berupa tempat sekretariat, tapi bantuan itu bukan untuk orang yang dirawat (di rumah Kebaya)," jelasnya.

Alhasil, Mami Vin pun harus berjerih payah sendiri dibantu Mami Rully untuk memenuhi kebutuhan para penderita di rumah singgah Kebaya, terutama untuk makan sehari-hari. Bahkan Mami Vin juga harus memikirkan biaya kontrakan rumahnya setiap tahun.

"Dengan mereka kumpul di sini kan artinya semua pertanggungjawaban kan ada di mami. Mereka sakit kan butuh makan belum yang lain. Akhirnya kita punya gaji ya sudah gaji mami untuk makan sehari-hari mereka," katanya.

Mulai dari meminta bantuan orang-orang berkecukupan di sekitarnya hingga menjadi narasumber dalam seminar HIV/AIDS. Jika tak ada uang, mereka pun terpaksa tidak makan dan menggadai barang-barang berharga.

"Jadi kita sempat kosong tidak ada bantuan, sedangkan sudah banyak yang kita rawat. Sehingga kadang kita nggak punya uang sama sekali. Sampai akhirnya apa yang bisa kita jual dan kita gadai ya kita gadai untuk makan sehari-hari," tuturnya.

Seiring berjalannya waktu, kegigihan Mami Vin membantu para penderita HIV/AIDS pun banyak dilirik oleh lembaga-lembaga, masyarakat hingga instansi pendidikan.

Mami Vin semakin sering diundang sebagai narasumber dan dosen tamu di Universitas Gadjah Mada terkait HIV/AIDS. Melalui kegiatan itu pula semakin membuka pintu rezeki karena banyak orang dari berbagai kalangan membantu usaha Mami Vin.

"Akhirnya dari apa yang mami lakukan ya pulang bawa uang. Jadi yang tadi anak-anak tidur lantai ya mami belikan kasur, dipan, hiburan. Barang-barang ini semua hasil kerja kita semua," ujarnya.

Pada 2015, rumah singgah Kebaya akhirnya pun dibantu oleh pemerintah khususnya Dinas Sosial provinsi DIY melalui APBD. Tetapi, dana dari pemerintah itu hanya membantu untuk konsumsi 5 orang yang tinggal di rumah singgah Kebaya.

Padahal penderita HIV/AIDS yang tinggal di rumah tersebut bisa saja lebih dari 5 orang. Karena itu, Mami Vin pun tetap harus bekerja keras memenuhi kebutuhan orang-orang di rumah singgah Kebaya.

Untungnya, bantuan dari orang-orang berbagai kalangan juga selalu ada yang datang. Tak hanya dari para aktivis, orang-orang dari luar negeri yang melihatnya melalui media sosial.

Mami Rully, program manager rumah singgah Kebaya (HiMedik/Shevinna Putti)
Mami Rully, program manager rumah singgah Kebaya (HiMedik/Shevinna Putti)

Kehangatan di Rumah Singgah kebaya

Selama 12 tahun mendirikan rumah singgah Kebaya, sudah sekitar 120 orang yang dirawat oleh Mami Vin. Banyak penderita HIV yang mampu bertahan hidup dan bekerja kembali. Tetapi, ada pula yang meninggal karena tak tertolong.

Salah satunya, Mak Onah (nama panggilan) seorang penderita HIV yang sudah sejak awal berada di rumah singgah Kebaya, sejak 2007 silam. Dalam pengamatan, Mak Onah terlihat cukup sehat itu juga berkat upaya Mami Vin yang berusaha memastikannya selalu minum obat.

"Ini Mak Onah dari 2007 sampai sekarang, penderita HIV juga. Tapi, kan terlihat sehat karena minum obat teratur," kata Mami Vin.

Selain Mak Onah, ada satu orang lagi yang menarik perhatian di rumah singgah Kebaya. Ia adalah seorang balita 2 tahun berinisial NR.

Kehadiran NR di dalam rumah Kebaya memberikan warna baru dan membawa kebahagiaan. Mami Vin sendiri sudah menganggap NR seperti cucunya sendiri, terlebih Mak Onah yang selalu merawatnya.

NR adalah seorang balita yang ditinggal oleh ibunya sejak usia 3 hari. Dahulu ibu NR adalah penderita HIV yang dirawat Mami Vin dan teman-temannya di rumah singgah Kebaya.

Setelah sehat, ibu NR mulai bekerja menghidupi dirinya sendiri. Tapi, tiba-tiba ia pergi dan kembali pulang dengan meninggalkan anaknya di Rumah Kebaya.

Beruntungnya, NR balita 2 tahun yang lahir dari seorang penderita HIV justru dinyatakan negatif HIV. NR terlihat sangat ceria dan disayang oleh orang-orang di dalam rumah singgah Kebaya.

"Dia salah satu anak yang ditinggal pergi oleh salah satu penghuni rumah Kebaya ini yang juga penderita HIV. Ya akhirnya kita yang merawat, sudah ditinggal dari usia 3 hari," kata Mami Rully, kerabat Mami Vin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI