Suara.com - Sara Geurts dari Minnesota, memiliki Ehlers Danlos Syndrome (EDS), yaitu gangguan jaringan ikat yang berarti tubuhnya kekurangan kolagen.
Sementara kebanyakan orang dengan EDS tidak menunjukkan tanda-tanda yang terlihat, pada kasus Sara. Dermatosparaxis EDS menyebabkan kulitnya melorot atau melar secara berlebihan.
Kondisi tersebut telah membuat dia tidak bisa tidur dan makan. Sara sekarang juga berusaha mengumpulkan uang untuk membantunya melakukan perawatan yang tepat.
Dengan harapan meningkatkan kesadaran akan kondisinya di tengah masyarakat, Sara menceritakan kisahnya itu di Instagram. Kisahnya yang diunggah di Instagram telah memperoleh lebih dari 76 ribu pengikut sebagai salah satu influencer citra tubuh.
Baca Juga: Ini Tips Mendorong Produksi Kolagen yang Bikin Kulit Kenyal
Meski begitu, dia mengatakan masih menderita masalah kesehatan lainnya, dan beberapa tahun terakhir kondisinya menjadi salah satu yang paling sulit.
"Empat tahun terakhir dalam hidup saya, menjadi tahun-tahun terbaik yang pernah saya jalani, karena saya merasakan menjalani hidup sebagai diri saya yang asli dan diri saya yang otentik," cerita Sara dikutip dari Mirror.co.uk.
"Dan bagaimana perasaan saya tentang tubuh saya adalah saya ingin semua orang merasakan tubuhnya, terlepas dari keadaan atau apapun yang mengelilingi mereka," ungkapnya lagi.
"Mulai dari diakui dalam buku yang berbeda, hingga majalah, dengan Winnie Harlow, Wiz Khalifa, Mandy Moore, berbeda, tokoh-tokoh inspirasional seperti itu. Sudah pasti perjalanan saya mengasyikkan sejak saat itu," tambah Sara.
Sara pertama-tama mulai berpose untuk foto-foto di akun Instagram-nya, di mana pacar fotografernya, Bri Berglund yang berada di belakang kamera.
Baca Juga: Tak Cukup Cuma Kolagen, Ini Nutrisi yang Baik Rawat kulit
"Bri adalah orang yang menjadi inspirasi utama dalam hal apapun dan mendukung apa yang saya lakukan dalam hal mencintai tubuh saya dan mencintai diri sendiri," kata dia lagi.
"Kami memilih untuk menggunakan gejala gangguan saya melalui fotografi sebagai cara untuk membantu orang lain, karena EDS dikenal sebagai penyakit yang tidak terlihat, jenis kasus langka di mana saya terlihat. Dan itulah mengapa banyak orang di luar sana tidak mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan karena para dokter tidak dapat secara fisik melihat ada yang salah dengan mereka," ujarnya.
Gejala umum EDS termasuk hipermobilitas dan nyeri sendi, kelelahan, kulit kendur dan masalah pencernaan. Namun ia menjelaskan kalau penyakit langkanya itu bisa memberi pengaruh yang berbeda pada setiap penderita.
Sara mengaku saat usia enam atau tujuh tahun baru benar-benar menyadari kulitnya melar akibat kekurangan kolagen.
"Semua anak di lingkungan itu mengira aku sangat keren, karena aku memiliki kulit yang elastis. Antara usia delapan dan 10 tahun saya baru didiagnosis," kisah dia.
Akibat kondisi langkany itu, Sara mengaku sempat minder dan berupaya melakukan berbagai cara untuk menyembunyikan kondisi tubuhnya itu.
"Saya hanya ingin menutupinya. Saya tidak ingin ada orang yang bertanya kepada saya tentang hal itu. Saya mengenakan celana jins dan sweater di cuaca 90 derajat. Saya menolak pergi ke kolam renang. Saya tidak ingin mengenakan semua jenis pakaian renang, hanya karena aku tahu orang-orang akan melihatnya dan akan bertanya-tanya," ungkapnya panjang lebar.
Tidak sampai usia dua puluhan, Sara akhirnya menemukan kepercayaan diri untuk tidak hanya memamerkan tubuhnya, tetapi dengan sepenuh hati menyukainya.
"Saya mengingat kembali masa-masa di sekolah menengah atau bahkan di masa lalu ketika saya tidak mencintai diri saya sendiri dan betapa beracunnya segala sesuatu dalam gaya hidup yang saya jalani. Dan itu menyedihkan, bahwa saya mencoba untuk menutupinya dan bahwa saya sangat tidak aman," ungkap dia.
Sara sekarang mengumpulkan uang melalui GoFundMe untuk menjalani perawatan. Karena itu, ia dapat menemui spesialis EDS di Minneapolis. Namun ini tidak akan mencakup biaya medis yang tengah dijalaninya.