Pentingnya Deteksi Dini Talasemia Sebelum Menikah

Selasa, 21 Mei 2019 | 10:51 WIB
Pentingnya Deteksi Dini Talasemia Sebelum Menikah
Ilustrasi sampel darah dalam tes Thalassemia. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebelum menikah, pasangan calon pengantin diimbau untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Selain memastikan bahwa tubuh keduanya sehat, deteksi dini ini juga dapat mencegah calon pengantin dari hal-hal tak diinginkan, termasuk risiko memiliki buah hati dengan talasemia.

Disampaikan Dokter spesialis anak RSCM, dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A. (K), talasemia telah menjadi mata rantai penyakit di Indonesia karena merupakan penyakit turunan. Untuk memutus mata rantai itu, dapat dilakukan dengan mencegah pernikahan sesama pembawa sifat talasemia dan mengenali ciri-ciri penyakit tersebut.

"Menikah dengan sesama pembawa sifat talasemia akan menyebabkan anak lahir dengan talasemia mayor sebesar 25 persen. Ini yang harus dicegah, karena talasemia mayor membutuhkan pengobatan yang mahal dan seumur hidup," ujar dr. Teny dalam rilis yang diterima Suara.com, Selasa (21/5/2019).

Anak yang lahir dengan talasemia mayor memiliki kualitas sel darah merah tidak bagus dan mudah pecah sehingga terjadi anemia kronik. Oleh karena itu, transfusi rutin wajib diberikan pada semua pasien talasemia, terutama talasemia mayor.

Baca Juga: Thalassemia Penyakit yang Bisa Dicegah Lho

Sementara pengobatan kuratif untuk talasemia adalah transplantasi sumsum tulang dan terapi gen. Sayangnya, hingga saat ini kedua tatalaksana tersebut belum tersedia di Indonesia.

"Transplantasi sumsum tulang perlu Rp 1-2 miliar. Kalau 10 ribu pasien harus ditransplantasi per orang Rp 2 miliar, kebayang kan nilainya. Apalagi semakin tinggi usia maka keberhasilan semakin rendah. Jadi kalau di bawah 5 tahun diobati sumsum tulang, maka keberhasilannya tinggi," imbuhnya.

Ia menambahkan, seseorang perlu dicurigai talasemia jika menunjukkan tanda dan gejala seperti pucat, kuning, perubahan bentuk wajah, perut membesar, kulit semakin menghitam, tinggi badan tidak seperti teman sebaya, dan pertumbuhan seks sekunder yang terhambat. Selain itu, biasanya didapatkan riwayat transfusi rutin pada anggota keluarga besar.

Pasien talasemia mayor dan intermedia mendapat zat besi berlebih dari transfusi sel darah merah dan penyerapan saluran cerna, sementara kemampuan tubuh untuk membuang zat besi terbatas. Akibatnya, terjadi penumpukkan besi dalam organ-organ, seperti hati, jantung, pankreas, dan hipofisis.

Zat besi tersebut bersifat toksik dan dapat menyebabkan kegagalan organ. Umumnya, pasien talasemia meninggal akibat kegagalan organ jantung. Oleh karena itu, semua pasien talasemia mayor dan intermedia wajib mendapatkan obat pengikat (kelasi) besi setiap hari.

Baca Juga: Idap Thalassemia, Perempuan Ini Sulit Dapat Pekerjaan

Hingga saat ini, terdapat tiga jenis obat kelasi besi, yaitu deferoksamin, deferiprone, dan deferasirox. Deferoksamin digunakan dengan cara disuntikkan di bawah kulit atau langsung ke pembuluh darah, sementara obat kelasi besi lainnya digunakan dengan cara diminum.

Selain secara medis, dukungan sosial juga harus diberikan untuk pasien talasemia. Pasien sering merasa tidak percaya diri karena perubahan fisik yang dialami, tinggi badan lebih pendek dibandingkan teman sebayanya, serta tanda-tanda pubertas yang munculnya terlambat atau tidak muncul sama sekali. Saat beranjak dewasa, pasien juga sering khawatir dengan masa depan dan pekerjaannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI