Suara.com - Hasil studi EPIDIAR di 13 negara dengan populasi muslim yang besar pada tahun 2001, menunjukkan setidaknya 79 persen mereka dengan diabetes menjalani ibadah puasa, sedikitnya 15 hari selama bulan Ramadan.
Studi yang menggunakan 12.914 sample ini juga mengungkap, di saat yang bersamaan, risiko hipoglikemia pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) meningkat hingga 7,5 kali lipat sepanjang bulan Ramadan.
Hipoglikemia adalah kondisi kadar gula dalam darah yang berada di bawah kadar normal, yaitu kurang dari 70mg/dL.
Hal yang sama juga diungkap oleh Ketua Departemen Endokrinologi dan Diabetes, RS Angkatan Bersenjata Al Hada Saudi Arabia, Prof. Dr. Saud N. M. Al-Sifri dalam Live Webinar : Management of Diabetes During Ramadhan Fasting, yang diikuti oleh lebih dari 500 tenaga ahli kesehatan dari tujuh kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Samarinda, Medan, Malang, Yogyakarta, dan Semarang), Sabtu (27/4/2019).
Baca Juga: Pasien GERD Ingin Berpuasa, Ikuti Panduan Dokter Berikut Ini
Oleh karena itu, penting bagi pasen DMT2 untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan rekomendasi manajemen puasa yang tepat sehingga dapat mengontrol kadar gula darah dan mencegah hipoglikemia.
"Pengelolaan diabetes di bulan Ramadan sangatlah penting. Mulai dari pemilihan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien, pemantauan kadar gula darah rutin, dan anjuran penanganan diabetes," jelas dia melalui siaran pers yang Suara.com terima.
Untuk pemilihan terapi, lanjut Prof. Dr. Saud, penggunaan kelas terapi DPP4i menunjukan risiko rendah terjadinya hipoglikemia bagi pasien diabetes yang berpuasa selama Ramadan. Karenanya, ini menjadi kelas terapi yang baik dan aman untuk pasien DMT2
Berdasarkan hasil kompilasi sembilan studi mengenai pasien DMT2 yang berpuasa pada bulan Ramadan, ungkap dia, kelas terapi DPP4i juga terbukti lebih baik dalam menurunkan risiko hipoglikemia dibandingkan Sulfonilurea dengan tingkat keampuhan yang setara.
"Kelas terapi DPP4i juga tidak membutuhkan penyesuaian dosis dan waktu pemberian selama bulan Ramadan sehingga membuat pasien DMT2 lebih nyaman menjalankan ibadah puasa," ujarnya.
Studi lain, ungkap Prof. Dr. Saud, menunjukkan perbedaan hasil penggunaan terapi DPP4i dibandingkan dengan sulfonilurea. Aravind SR pada tahun 2011 dengan metode observasional menunjukkan 20 persen dari 1.378 pasien DMT2 mengalami hipoglikemia selama mengonsumsi sulfonilurea pada bulan puasa.
Baca Juga: Penganut Banakeling di Banyumas Mulai Puasa Selasa Pahing
Studi tersebut kemudian dilanjutkan pada tahun 2012, di mana Aravind melakukan perbandingan konsumsi kelas terapi DPP4i dengan sulfonilurea.
Hasil studi menunjukkan penggunaan kelas terapi DPP4i pada pasien DMT2 terbukti menurunkan risiko hipoglikemia sampai dengan 50 persen dibandingkan dengan sulfonilurea.
Medical Affairs Director Merck Sharp & Dohme (MSD) Indonesia, dr. Suria Nataatmadja, mengatakan bahwa dalam mengendalikan kadar gula darah dan mencegah hipoglikemia, pasien DMT2 dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang melepaskan energi secara lambat seperti biji-bijian, beras merah, produk susu rendah lemak, dan kacang-kacangan saat sahur dan buka puasa.
"Selain itu, hindari makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi, meningkatkan asupan cairan selama jam tidak berpuasa, serta yang terpenting mengunjungi dokter Anda untuk mendapatkan rekomendasi manajemen diabetes selama bulan puasa," tutup dia.