Makin Bahaya, Daging Olahan Digolongkan sebagai Karsinogenik bagi Manusia

Rabu, 17 April 2019 | 14:03 WIB
Makin Bahaya, Daging Olahan Digolongkan sebagai Karsinogenik bagi Manusia
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengatakan bahwa daging olahan masuk klasifikasi sebagai karsinogenik bagi manusia.

WHO juga telah memeringatkan masyarakat bahwa mengonsumsi 50 gram daging olahan sehari dapat meningkatkan risiko terkena kanker usus sebesar 18 persen.

Tetapi para peneliti dari University of Oxford memiliki data lain yang lebih mengkhawatirkan.

Dikatakan tim peneliti, hanya mengonsumsi 25 gram daging olahan setiap hari sudah cukup untuk meningkatkan risiko terkena kanker usus sebesar 20 persen.

Baca Juga: Dua Obat Kanker Usus Tak Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan RS Kanker Dharmais

Data tersebut didapat setelah proses analisis pola konsumsi setengah juta masyarakat Inggris berusia 40 hingga 69 tahun selama hampir enam tahun.

"Studi kami memberikan wawasan yang lebih terkini yang relevan dengan konsumsi daging saat ini," kata Profesor Tim Key.

Selama waktu tersebut, diketahui sebanyak 2.609 responden mengembangkan kanker usus. Mereka yang makan 76 gram daging merah dan daging olahan sehari memiliki risiko 20 persen lebih tinggi terkena penyakit daripada mereka yang hanya makan 21 gram sehari.

Lalu, risiko kanker usus juga naik 20 persen setiap mengonsumsi 25 gram daging olahan tambahan setiap hari.

Angka risiko kembali meningkat sebesar 19 persen setiap mengonsumsi 50 gram daging merah setiap hari.

Baca Juga: Perut Buncit Tapi Sulit BAB, Waspadai Gejala Kanker Usus Besar

"Tidak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan sehat pada diet kita. Anda bisa mencoba melakukan satu hari tanpa daging, mencari resep menggunakan ayam dan ikan segar, atau menukar daging dengan kacang-kacangan," kata Dr. Julie Sharp, dari Cancer Research UK, seperti dilansir dari laman News.com.au. Hasil temuan ini sendiri telah diterbitkan dalam jurnal International Journal of Epidemiology.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI