Suara.com - KPAI Harap UU SPPA Digunakan untuk Tangani Kasus Audrey
UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) No 11 Tahun 2012 diharapkan mampu menjadi jawaban dari permasalah kasus penganiayaan yang menimpa AU, siswi SMP berusia 14 tahun di Kalimantan Barat.
Hal tersebut diungkapkan oleh ketua dan komisioner KPAI, Susanto serta Siti Hikmawati di Jakarta, Rabu, (10/4/2019).
"Kita sering melihat dulu di dalam KUHP misalnya, kalau ada pelaku (anak) dilakukan pemberatan hukuman. Lewat UU Sistem Peradilan Pidana Anak, arahnya pada pemulihan," kata Siti Hikmawati.
Baca Juga: Justice for Audrey, Fakta-fakta Baru yang Terungkap
Ia melanjutkan bagaimana UU tersebut mengenal adanya tiga klasifikasi anak yang berkonflik dengan hukum. Pertama anak sebagai pelaku, kedua anak sebagai korban dan ketiga, anak sebagai saksi.
"Ketiga-tiganya sudah diatur secara konprehensif di dalam UU SPPA apa yang harus ditangani termasuk pola penanganan dan pola pengambilan keputusan hakim," tambahnya.
Lewat penggunaan UU SPPA, KPAI juga melihat adanya potensi agar kasus kekerasan yang menimpa AU masuk dalam skala prioritas yang tinggi.
"Dengan atau tanpa dukungan publik, itu harus menjadi kasus prioritas dalam UU ini juga diatur batas yang sangat pendek supaya kasus segera diselesaikan," ujarnya lagi.
Baca Juga: Jokowi Perintahkan Kapolri Tito Tegas Selesaikan Kasus Penganiayaan Audrey
Penggunaan UU SPPA juga diharapkan dapat menjadi pakem agar kasus dapat tuntas sesuai koridor hukum.
Apalagi, dengan viralnya pemberitaan ini dapat membuat pelaku perisakan, berbalik menjadi sasaran perisakan masyarakat.
"Dengan supremasi hukum yang terjaga, maka tidak akan ada keadilan jalanan. Jangan sampai dalam konsisi sekarang kita mengamini kondisi secondary victim (korban kedua). Belum selesai kasus, sudah ada penghakiman," pungkas Siti.
Untuk memastikan kondisi korban serta mengawal proses hukum pelaku, Ketua KPAI, Susanto, akan bertolak ke Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis, (11/5/2019) pagi.