3. Hormon stres memperburuk penyakit kulit
Teorinya adalah bahwa sistem kekebalan tubuh secara langsung dipengaruhi oleh stres, kata Dr. Michael Eidelman, seorang dokter kulit yang juga berbasis di New York City.
Dia mencatat bahwa stres melepaskan hormon seperti kortisol dan adrenalin ke dalam sistem kita, yakni pesan kimiawi yang memicu respons fisiologis tertentu dalam tubuh kita. Misalnya, adrenalin meningkatkan denyut jantung dan meningkatkan tekanan darah, dan kortisol meningkatkan gula dalam aliran darah, menurut Mayo Clinic.
Pada kulit, ketika tubuh memproduksi terlalu banyak kortisol, sistem kekebalan tubuh melemah, menyebabkan respons peradangan seperti eksim atau psoriasis. Faktor ini sangat relevan untuk individu yang memiliki kecenderungan pada kondisi kulit, kata Bowe, karena stres dapat memperburuk atau membuka kedok kondisi tersebut.
Baca Juga: Tinggi Kolagen, 4 Makanan Ini Baik untuk Kesehatan Kulit
4. Stres bikin kulit berminyak dan jerawat
Pergeseran dalam tingkat hormon - khususnya kortisol - yang disebabkan oleh stres juga dapat menjadi faktor penyebab jerawat.
"Stres merangsang otak untuk menghasilkan satu set hormon spesifik yang mempersiapkan tubuh untuk lingkungan yang penuh tekanan," kata Zeichner.
Sebagai efek sampingnya, lanjut dia, hormon-hormon ini meningkatkan aktivitas kelenjar sebaceous di kulit, yang mengarah ke tingkat minyak yang lebih tinggi, yang membuat penyumbatan pada pori-pori dan akhirnya timbulnya jerawat.
5. Stres bisa sebabkan kebotakan
Baca Juga: Sejuta Manfaat Wortel untuk Kesehatan Kulit Wajah
Menurut Patel, beberapa orang mungkin menemukan rambut mereka lebih berminyak atau lebih kering dari biasanya selama masa stres, tergantung pada cara tubuh mereka bereaksi terhadap perubahan kadar hormon.
Hal ini bisa memicu timbulnya kebotakan.
“Respons setiap orang akan berbeda dalam tingkat keparahannya. Kulit kepala dan rambut pasti akan merasakan efek stres," kata dia.
6. Stres dapat menyebabkan kerusakan kuku
Seperti rambut, saat stres berkepanjangan, pertumbuhan dan kondisi kuku juga akan memburuk, kata Patel. Sekali lagi, katanya, kuku memang tidak diperlukan untuk bertahan hidup, jadi ketika tiba saatnya bagi tubuh untuk mendistribusikan energi untuk mempromosikan penyembuhan, kuku bukan prioritas utama.
Selain itu, kuku bisa menjadi rapuh atau mulai mengelupas selama masa stres, menurut Science Daily.