Suara.com - Rokok Elektrik Bisa Bantu Perokok Berhenti Merokok, Benarkah?
Menjamurnya penggunaan rokok elektrik saat ini menjadi perhatian khusus. Terutama, klaim soal manfaat rokok elektrik yang disebut baik untuk membantu perokok berhenti merokok.
Pada 2018, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa di Indonesia, 30,4 persen perokok mencoba berhenti tetapi hanya 9,5 persen yang berhasil.
Sebenarnya menurut Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari M.Si., Ph.D. Guru Besar Promosi Kesehatan dan Kesehatan Masyarakat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) terdapat berbagai macam cara untuk berhenti merokok, mulai dari berhenti secara langsung maupun menggunakan terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy - NRT).
Baca Juga: Hii, Efek Samping Rokok Elektrik Bikin Luka Susah Sembuh
Cara pertama yakni langsung berhenti total, dianggap sangat sulit untuk beberapa perokok, karena mereka sering kali mengalami withdrawal syndrome alias sindrom putus obat.
"Sedangkan terapi NRT dapat mengurangi rasa ketergantungan dengan memberikan perokok nikotin yang kadarnya bisa di kontrol dan mengeliminasi racun-racun lain yang terkandung dalam rokok. Akan tetapi, kedua pendekatan berhenti merokok ini masih sangat jarang diadopsi di Indonesia," ujarnya dalam siaran resmi yang suara.com terima, Senin (1/4/2019).
Beberapa tahun belakangan organisasi kesehatan masyarakat di berbagai negara sedang mempelajari dan mendorong pendekatan berhenti merokok baru yang bernama Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) yang juga dikenal sebagai rokok elektrik.
Menurut Prof Yayi, penelitian mengenai penggunaan rokok elektrik sampai hari ini masih terus berlangsung. Tentu rokok jenis baru tersebut juga memiliki efek bagi kesehatan, khususnya dalam penggunaan jangka panjang. Jadi, klaim bahwa rokok elektrik dan sejenisnya menjadi salah satu cara untuk membantu perokok berhenti dari kebiasaan merokoknya, belum tentu benar. Hal inilah yang masih harus terus dilakukan uji penelitian berulang.
Dalam medis dan kesehatan, apabila menyarankan untuk pengobatan atau intervensi harus berbasis bukti (evidence based medicine/evidence based public health). Kajian tentang rokok elektrik belum ada kesepakatan, masih saling berlawanan, sehingga memerlukan kajian lebih lanjut dan penelitian jangka panjang serta meta analisis.
Baca Juga: Awas! Rokok Elektrik Rasa Vanila Jauh Lebih Berbahaya
"Saya tidak menyarankan perokok untuk mengkonsumsi rokok elektrik dan sejenisnya saat berniat untuk berhenti merokok. Masih banyak yang harus dikaji,” tegasnya.