Debat Cawapres, Dekan FKUI Anggap Pembahasan Soal Stunting Belum Optimal

Senin, 18 Maret 2019 | 18:02 WIB
Debat Cawapres, Dekan FKUI Anggap Pembahasan Soal Stunting Belum Optimal
Cawapres nomor urut 01 K.H. Ma'ruf Amin dengan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno saat mengikuti debat putaran ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3).[Suara.com/Arief Hermawan P]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Debat Cawapres, Dekan FKUI Anggap Pembahasan Soal Stunting Belum Optimal

Masalah stunting menjadi topik perdebatan kedua calon wakil presiden dalam debat ketiga yang berlangsung Minggu malam tadi. Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin berjanji menurunkan stunting hingga 10 persen dalam lima tahun jika menang Pilpres 2019 bersama Jokowi. Ia juga mengklaim pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah berhasil menurunkan angka stunting hingga 7 persen.

Sementara Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno mengklaim akan mengentaskan masalah kesehatan termasuk anak-anak yang memiliki gizi buruk atau stunting lewat penyediaan susu tablet dan kacang hijau kepada seluruh siswa sekolah dasar dan taman kanak-kanak (TK).

Dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com, Senin (18/3/2019), Prof dr Ari Fahrial Syam selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menganggap bahwa pengetahuan kedua kandidat tentang stunting masih belum optimal. Hal ini diakuinya wajar karena kedua kandidat memang tidak memiliki latar belakang di bidang kesehatan.

Baca Juga: Kerabat Prabowo Subianto Nyamar Jadi Cewek saat Bobol Mesin ATM

"Stunting sepertinya kurang disadari berhubungan dengan masalah serius bangsa, (padahal) anak-anak stunting akan menjadi beban saat bonus demografi nanti datang," tulis Prof Ari.

Ia menegaskan bahwa stunting bukan soal tampilan semata di mana anak stunting menjadi lebih pendek, namun kemampuan kognitifnya yang berada di bawah rata-rata teman seusianya yang normal. Itu sebabnya stunting harus menjadi perhatian serius bagi pemerintahan mendatang.

"Bukan saja bicara anak-anak yang lebih pendek dari rata-rata tinggi anak seusianya tetapi juga dikaitkan dengan kecerdasan yang juga lebih rendah jika dibandingkan dengan teman-temannya. Sehingga anak-anak stunting ini tidak bisa seproduktif anak-anak seusianya di usia remaja dan dewasanya," imbuh Prof Ari.

Ilustrasi tinggi badan anak, tubuh pendek atau stunting. ( Shutterstock)
Dekan FKUI menyebut stunting bukan sekadar tubuh pendek, tapi juga keterlambatan kemampuan kognitif anak. ( Shutterstock)

Prof Ari mengatakan bahwa stunting sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Kaum hawa yang berada dalam jerat kemiskinan maka akan sulit mendapatkan makanan bergizi saat hamil maupun ketika buah hatinya lahir ke dunia.

"Stunting bukan saja masalah asupan dan intake makanan tetapi yang penting adalah stunting juga bicara soal kemiskinan, kemampuan untuk membeli makanan yang bergizi baik untuk ibu calon ibu, bayi baru lahir dan asupan makan untuk balita. Bahkan bukan saja untuk makanan yang bergizi untuk makan sehari-hari saja mungkin juga susah," katanya.

Baca Juga: Kode Sandiaga Uno saat 'Infrastruktur Langit' Maruf Amin Ditertawakan

Lebih lanjut stunting juga bicara soal kematangan ibu saat menikah dan hamil. Karena memang segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik. Periode 1.000 hari pertama kehidupan sejak bayi berkembang dalam perut sang ibu juga menjadi faktor penentu stunting.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI