Hari Perempuan Internasional, PBB Sebut Menstruasi Bukan Hal Tabu

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Jum'at, 08 Maret 2019 | 12:12 WIB
Hari Perempuan Internasional, PBB Sebut Menstruasi Bukan Hal Tabu
PBB minta pembicaran soal menstruasi tak lagi dianggap tabu di Hari Perempuan Internasional. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari Perempuan Internasional, PBB Sebut Menstruasi Bukan Hal Tabu

Momen Hari Perempuan Internasional dimanfaatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyerukan perang terhadap perbicangan soal menstruasi yang masih dianggap tabu.

Anggapan tabu ini masih menyerang beberapa perempuan di banyak belahan dunia, yang merupakan bentuk lain dari diskriminasi terhadap perempuan.

"Norma-norma sosial, budaya, stigma, kesalah pahaman, dan tabu yang berbahaya terhadap menstruasi terus menyebabkan pengucilan dan diskriminasi perempuan dan anak perempuan," tulis PBB dalam keterangannya terkait Hari Perempuan Internasional 2019, dilansir Himedik dari situs resmi PBB, Jumat (8/3/2019).

Baca Juga: Sandiaga: Penghapusan Pajak Buku untuk Perbaiki Ekosistem Penerbitan

Di beberapa negara, perempuan yang sedang mengalami menstruasi dinggap terkontaminasi, kotor, dan tidak murni. Mereka juga dibatasi dan dilarang untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, menghadiri acara agama dan budaya, bahkan dikucilkan dari masyarakat.

Perempuan yang sedang haid bahkan ada yang dibuang ke sebuah tempat terbuka sesuai dengan adat. Para perempuan yang menjadi korban pun menderita kedinginan dan isolasi, yang sering kali menyebabkan risiko penyakit dan serangan yang mengancam jiwa.

Situs resmi PBB menuliskan, banyak perempuan tak memiliki privasi untuk membersihkan diri, akses ke toilet yang aman dan bersih, atau bahkan fasilitas sanitasi yang terpisah di tempat kerja, di ruang kelas, atau di lembaga publik lainnya.

Selain itu, produk-produk sanitasi yang higienis seringkali terlalu mahal, bahkan tak bisa digunakan banyak perempuan, terutama yang hidup dalam kemiskinan dan situasi krisis. Kebijakan negara pun jarang mengatasi masalah ini.

"Stigma seputar menstruasi memiliki dampak kesehatan yang signifikan pada kesehatan perempuan dan anak perempuan", tulis PBB lagi.

Baca Juga: Tugas Zul 'Zivilia' di Jaringan Narkoba, Timbang, Bungkus dan Antar Ekstasi

Ilustrasi bocah/anak perempuan sedih. (Shutterstock)
Perempuan yang menstruasi acap dikucilkan dari masyarakat. (Shutterstock)

Mereka juga menunjukkan bahwa masalah serius terkait menstruasi sering diabaikan, dengan alasan, perlu beberapa tahun untuk mendiagnosis endometriosis dan dismenore, gangguan nyeri yang bisa memengaruhi kesuburan.

Karena stigma dan kurangnya pendidikan seksual, pengetahuan soal menstruasi pun masih terbatas.

Selain itu, beberapa negara menilai, jika seorang perempuan sudah memasuki siklus pertama menstruasi, berarti dia sudah siap menikah. Perspektif ini menyebabkan peningkatan pada risiko kehamilan remaja dan membatasi pendidikan serta peluang kerja anak perempuan.

"Perubahan global dalam budaya diperlukan untuk menghormati menstruasi, mengakuinya sebagai masalah hak asasi manusia, dan menghapus diskriminasi, rasa malu, serta stigma yang terlalu sering melekat pada kesehatan menstruasi," tutup PBB. (Himedik/Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI