Suara.com - Jumlah fasilitas kesehatan di Indonesia yang semakin bertambah turut berpengaruh pada permintaan alat medis. Namun hingga kini, 95 persen dari kebutuhan alat medis di fasyankes Indonesia masih diimpor dari negara lain.
Disampaikan dr. I Gede Made Wirabrata, Direktur Penjualan Alat Kesehatan dan PKRT, Kementerian Kesehatan, alasan mengapa baru 5 persen peralatan medis yang dipenuhi produsen lokal, karena kita masih tertinggal untuk urusan teknologi. Beberapa alat diagnostik yang membutuhkan keakuratan tinggi baru bisa dipenuhi oleh negara lain.
"Kita masih tertinggal dalam teknologi. Sehingga kita belum bisa menghasilkan alat diagnostik yang presisi tinggi seperti MRI, XRay kita belum bisa buat. Obat radioterapi juga kita bisa belum bisa buat," ujar dr. Wira di sela-sela pembukaan peralatan medis bertajuk CMEF Indonesia di JCC Senayan, Rabu (6/3/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Slamet MHP, Staff Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Globalisasi Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa sebenarnya perusahaan peralatan medis lokal terus mengalami pertumbuhan di Indonesia. Namun ia mengatakan urgensi untuk mengimpor peralatan medis tertentu disesuaikan lagi dengan kebutuhan rumah sakit.
Baca Juga: Ramah Lingkungan, Perusahaan Ini Buat Speaker dari Limbah Plastik
"Intinya kami memfasilifasi seluruh fasyankes yang membutuhkan. Perkara dari lokal atau impor sejauh sudah ada izin edar dan aman digunakan kita izinkan," ujar Slamet.
Menyoal perizinan, Slamet mengatakan bahwa setiap produk peralatan medis yang diimpor dari negara lain harus memiliki izin dari Kementerian Kesehatan untuk aman digunakan. Dengan begitu pemerintah menjamin peralatan medis tersebut sudah aman digunakan untuk melayani pasien.
"Alat kesehatan yang beredar harus berizin. Impor dari luar tidak bisa langsung dipakai. Izin itu dikeluarkan Kemenkes. Mereka harus mendaftar dari sistem online. Misal ada produk dari China, di sana harus lolos dulu. Harus dipakai di sana, baru kita pakai. Ada uji klinik dulu sehingga baru kita kasih izin" tandas dia.