Kenali 4 Gangguan Pendengaran yang Kerap Diderita Anak-anak

Rabu, 27 Februari 2019 | 17:56 WIB
Kenali 4 Gangguan Pendengaran yang Kerap Diderita Anak-anak
Ilustrasi pemeriksaan kesehatan telinga anak. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kenali 4 Gangguan Pendengaran yang Kerap Diderita Anak-anak.

Gangguan pendengaran yang berupa kesulitan mendengar ternyata tak hanya dialami oleh orang dewasa tapi juga anak-anak. Bahkan ada jenis gangguan pendengaran pada anak yang dibawa sejak lahir.

Disampaikan dr Hably Warganegara, Sp. THT-KL, Dokter Spesialis THT, Bedah Kepala dan Leher RSPI Bintaro Jaya, ada empat jenis gangguan pendengaran yang bisa diderita anak.

Mengenalinya lebih dini dapat membantu anak terhindar dari risiko tuli permanen. Berikut ulasannya.

Baca Juga: Tampil Wow saat Bersihkan Sampah, Krisdayanti Dibilang Pencitraan

1. Tuli dari lahir
Dr Hably mengatakan bahwa gejala dari gangguan pendengaran ini adalah keterlambatan anak berbicara sesuai fase usianya. Jika anak belum dapat bicara hingga usia satu tahun maka ia mengimbau agar orangtua membawanya ke dokter spesialis THT.

"Diperkirakan ada 5000 bayi lahir tuli di Indonesia. Efeknya tentu saja memicu gangguan kognitif psikologi dan sosial. Anak jadi sulit berkomunikasi, dan tertinggal dari segi kepandaiannya," ujar dr Hably.

Ada beberapa faktor risiko pemicu gangguan pendengaran ini, antara lain riwayat keluarga, infeksi TORCHS saat dalam kandungan, bayi lahir prematur, dan terkena infeksi meningitis. Untuk mendeteksi gangguan ini, dr Hably nenganjurkan agar anak dilakukan pemeriksaan OAE. Sementara untuk penangananya dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar, atau implan koklea.

2. Gangguan pendengaran akibat bising
Kondisi ini biasa terjadi jika anak sering terpapar suara diatas 85 dB. Umumnya sumber suara bising ini berasal dari suara pabrik industri, sound system, atau tempat game di pusat perbelanjaan. Efeknya kata dr Hably mungkin tak akan dirasakan sekarang tapi pada usia 30-40 tahun mendatang, anak bisa mengalami gangguan pendengaran.

Dr Hably mencontohkan tempat hiburan atau permainan anak memiliki suara dengan tingkat 128 dB. Hal ini seharusnya hanya boleh didengar oleh telinga anak selama tiga detik. Ia berharap bisa menjadi pertimbangan bagi orangtua ketika mengajak anak ke pusat hiburan anak.

Baca Juga: Kalah Head-to-Head, Pelatih Tetap Pede Anthony Tekuk Wakil Hong Kong

3. Otitis media akut
Otitis media akut atau juga kerap disebut congek-an adalah infeksi di telinga tengah karena bakteri atau virus. Gejala umumnya diawali batuk, pilek dan telinga terasa penuh, hingga nyeri telinga yang hilang timbul. Pada stadium akhir, anak yang mengalami otitis media akut akan mengeluarkan cairan berwarna kuning.

Tata laksana bisa dengan mengunjungi dokter slesialjs THT untuk diperiksa hingga diberi obat antibiotik tetes telinga jika perlu.

4. Serumen prop
Gangguan pendengaran serumen prop biasa dipicu oleh kotoran telinga yang terdorong ke bagian dalam karena pola pembersihan yang salah. Biasanya karena dipicu penggunaan cotton bud yang terlalu berlebihan. Anak akan mengalami rasa nyeri dan kekurangan pendengaran atau seringkali tidak menimbulkan gejala.

"Yang normal itu yang bisa keluar sendiri. Boleh dibersihkan dengan cotton bud kalau gatal saja. Jangan bersihkan berkali-kali karena kulit liang tipis sehingga bisa infeksi," tandas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI