Suara.com - Terobosan Baru, Pasien Epilepsi Dibuat Tertawa Saat Operasi Bedah Otak
Apa jadinya jika pasien epilepsi sadar, bahkan tertawa, saat menjalani operasi bedah otak?
Seorang perempuan pasien epilepsi menjalani operasi bedah otak secara sadar. Operasi dilakukan di Emory University School of Medicine.
Dilansir Himedik dari Live Science, tim dokter mengatakan pasien harus tetap sadar dan tidak tertidur demi keselamatannya sendiri. Kondisi tersebut membuat tim dokter dapat berbicara dengannya selama operasi untuk memastikan pekerjaan mereka tak menganggu area otak lain yang memiliki andil dalam keterampilan, seperti bahasa.
Baca Juga: PSK Ini Marah, Disewa Selama 2 Jam Tapi Pelanggan Menyuruhnya Begini
Biasanya, dokter menggunakan kombinasi obat penenang dan metode pengalihan untuk menjaga pasien tetap tenang selama operasi otak terbuka. Namun, cara ini tidak selalu berhasil dan bisa membahayakan pasien.
Mereka bisa saja panik, sehingga posisi kepalanya tidak bisa diam. Bahkan, bisa juga pasien mengulurkan tangan ke arah otaknya yang sedang dalam keadaan terbuka.
Dalam laporan yang diterbitkan di The Journal of Clinical Investigation, operasi yang dilakukan dengan membuat pasien sadar dan tertawa membuahkan hasil yang baik.
Untuk memicu tawa, tim dokter merangsang area tertentu dalam suatu bundel panjang sel-sel otak yang membentang dari depan otak ke belakang. Respons tawa pasien pun membantu menenangkan dirinya selama operasi.
Bundel cingulum itu terbuat dari materi putih, bagian-bagian otak yang terdiri dari ekor sel-sel otak, atau akson, yang dilalui sinyal. Bundel cingulum terhubung ke banyak bagian otak yang mengoordinasikan emosi.
Baca Juga: Tarif Rp2 Juta Semalam, Warga Pasar Minggu Jadi Mucikari PSK Online
"Dia langsung merasa sangat lega, dia senang, bisa berkomunikasi dan membuat lelucon," kata penulis senior laporan kasus itu, Jon Willie, yang juga ahli bedah saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Emory. Dirinya merupakan salah satu ahli bedah yang melakukan operasi.
"Saya berharap suatu hari nanti kita akan memiliki jenis stimulasi yang kurang invasif," kata Willie. Ia menambahkan, stimulasi semacam itu memang suatu hari bisa membantu mengatasi kecemasan dan depresi. (Himedik.com/Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana)