Menteri Yohana Apresiasi Putusan MK Terkait UU Perkawinan Anak

Rabu, 26 Desember 2018 | 22:13 WIB
Menteri Yohana Apresiasi Putusan MK Terkait UU Perkawinan Anak
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak Yohana Yembise [suara.com/Eva Aulia Rahmawati]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise melakukan audiensi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman untuk memberikan apresiasi guna menindaklanjuti terkait putusan MK Nomor 22/PUU-XVI/2018 tentang perkara konstitusi pengujian Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

 “Saya atas nama Menteri PPPA  menyampaikan rasa terima kasih sekaligus mengapresiasi putusan MK tersebut, dan hal ini merupakan hadiah terindah bagi kaum perempuan khususnya anak dalam Peringatan Hari Ibu (PHI) Ke-90 Tahun 2018. Menindaklanjuti putusan tersebut, saya akan melaporkan hasil audiensi atas putusan MK ini kepada Presiden RI, Joko Widodo,” ungkap Menteri Yohana, Rabu (26/12/2018) dalam audiensi bersama Ketua MK beserta jajaran Hakim MK, Saldi Isra dan Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

Menteri Yohana menambahkan, jauh sebelum adanya putusan ini, Kemen PPPA telah bergerak dalam isu perkawinan anak dengan melakukan berbagai upaya diantaranya melalui gerakan bersama pencegahan dan stop perkawinan anak dengan 18 K/L dan 63 NGO. Hal ini dilakukan karena sepakat dengan argumentasi bahwa perkawinan anak berpotensi menghambat pemenuhan hak konstitusional anak, yakni hak atas pendidikan, kesehatan, dan hak untuk tumbuh dan kembang, serta terlindungi dari segala bentuk kekerasan yang dijamin pemenuhan dan perlindungannya oleh UUD 1945.

“Untuk menentukan putusan ini tidak mudah bagi kami, sebelumnya MK pernah menolak pengujian pasal serupa dengan berbagai pertimbangan karena banyak faktor yang harus diperhitungkan, seperti adanya faktor psikologis, budaya dan adat istiadat yang ada dalam masyarakat, serta merujuk usia anak pada UU Perlindungan Anak,” ungkap Ketua MK, Anwar Usman.

Baca Juga: Ryuji: Persija adalah Rumah Saya

Ia menambahkan, bagi kami putusan kali ini adalah komitmen bersama sebagai upaya terhadap darurat perkawinan anak sebagai putusan yang terbaik dan meminta pembentuk UU untuk menjalankan kebijakan hukum terbuka atau upaya legislative review untuk dalam jangka waktu paling lama tiga tahun ke depan (limitative constitutional) sebagai pilihan moderat untuk merevisi UU Perkawinan.

Apabila dalam tiga tahun belum dilakukan revisi atas pasal 7 ayat (1) UU 1/ 1974, maka UU Perlindungan Anak lah yang akan berlaku. Keputusan MK menjadi dasar dalam melaksanakan Pasal 1 UU Perlindungan Anak, terkait Definisi Anak, dan pasal-pasal lain terkait dengan kewajiban semua pihak, orang tua, keluarga, dan negara untuk memenuhi ( to fullfil ),  melindungi ( to protect ) dan menghormati ( to respect ) hak anak.

“Setelah adanya putusan MK ini, Kemen PPPA akan bersinergi dengan Komisi VIII DPR RI dan seluruh K/L yang terkait agar segera merevisi pasal putusan MK tanpa melalui program legislasi (Proleg) tapi melihat tingkat urgensi atas putusan tersebut, agar cepat terselesaikan, tentunya kami akan tetap mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak-anak di Indonesia,” pungkas Menteri Yohana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI