Suara.com - Jumlah korban tsunami di Selat Sunda terus bertambah, peristiwa yang terjadi pada Sabtu malam, 22 Desember 2018 tersebut mengakibatkan banyak korban mengalami patah tulang dan luka memar.
Dokter, dr Moh Adib Khumaidi, SpOT selaku Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) menyatakan, tim medis sedang melangsungkan penanganan operasi ortopedi (bedah tulang) dan bedah syaraf bagi para korban.
"Dalam situasi bencana seperti ini, jumlah korban terbanyak paling membutuhkan penanganan ortopedi dan trauma," jelas dr Adib yang juga Sekjen PABOI melalui Siaran Pers yang diterima Suara.com.
Patah tulang sendiri bisa terjadi karena tubuh korban banyak dihantam benda keras atau sesuatu yang kekuatannya melebihi tulang itu sendiri.
Baca Juga: Tsunami Terjang Tanjung Lesung, Jababeka Rugi Rp 150 Miliar
Dalam situasi darurat seperti bencana tsunami yang masih minim tim medis, pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut.
Jangan bergerak
Upayakan tidak bergerak terlebih dahulu, kecuali jika diperlukan. Guna mencegah cedera lebih parah, stabilkan luka sambil tetap berdiam diri. Untuk korban yang mengalami luka di bagian leher atau punggung jangan dipindahkan dengan diangkat tanpa menggunakan alat. Gunkan karton atau majalah lembut yang ditempatkan di anggota badan, kemudian ikat, baru angkat.
Perban jika luka
Apabila korban mengalami luka, hentikan pendarahan dengan perban atau kain steril untuk menghentikan darah. Beri sedikit tekanan pada luka.
Baca Juga: Rossa Tak Mau Targetkan Nikah di 2019
Tutupi dengan selimut
Bila korban mengalami syok, dengan tanda-tanda lemas, pusing, pucat, berkeringat, sesak napas, atau denyut jantung meningkat, tutupi dulu dengan selimut dan tinggikan sekitar 30 cm.
Kompres
Gunakan es batu atau air dingin ke untuk mengompres bagian tubuh yang bengkak. Jangan langsung tekankan ke kulit, gunakan handuk atau kain terlebih dahulu.
Hal ini bisa diaplikasikan pada korban tsunami di Selat Sunda yang banyak mengalami patah tulang.