Deretan Kasus Kesehatan yang Terjadi Sepanjang Tahun 2018

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Jum'at, 21 Desember 2018 | 11:15 WIB
Deretan Kasus Kesehatan yang Terjadi Sepanjang Tahun 2018
Kaleidoskop kesehatan 2018, ini deretan kasus kesehatan yang sempat heboh. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tahun 2018 hampir usai. Menjelang akhir tahun, Suara.com menghadirkan beberapa berita kilas balik yang terjadi di sektor kesehatan.

5. Polemik Terapi Cuci Otak dr. Terawan

Beredarnya surat pemecatan dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjadi polemik. IDI dikabarkan menegur dr. Terawan yang menjalankan pengobatan dengan terapi cuci otak meskipun belum ada penelitian berbasis ilmiah yang mendukung manfaat terapi tersebut.

Kepala RSPAD Gatot Soebroto Mayjen TNI Purn. Terawan Agus Putranto diapit tim dokter yang memeriksa kesehatan petahana Jokowi dan Ma'ruf Amin di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Minggu (12/8/2018). (Suara.com/Chyntia Sami Bhayangkara)
Kepala RSPAD Gatot Soebroto Mayjen TNI Purn. Terawan Agus Putranto bersama PB IDI di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Minggu (12/8/2018). (Suara.com/Chyntia Sami Bhayangkara)

Ketua terpilih Ikatan Dokter Indonesia, dr Daeng M Faqih mengaku kaget apabila surat edaran terkait pemecatan dr Terawan menjadi konsumsi publik. Alasannya, surat pemecatan tersebut bersifat internal.

Baca Juga: Ringgo Agus Rahman Ingin Banyak Anak Seperti Keluarga Cemara

Di sisi lain, banyak tokoh nasional yang mendukung terapi cuci otak dr. Terawan, seperti Aburizal Bakrie, SBY, Hendropriyono, dan lain-lain.

Terapi cuci otak dr. Terawan merupakan modifikasi dari Digital Subtraction Angiography (DSA). dr. Terawan mengklaim terapi ini membantu memperlancar peredaran darah di otak, dan membersihkan jaringan plak yang menyumbat pembuluh darah otak.

IDI pun akhirnya menunda sanksi pemecatan dr. Terawan, dan meminta dr. Terawan untuk menjelaskan terapi cuci otak miliknya, sekaligus memberikan pembelaan dalam sidang etik.

6. Susu Kental Manis Bukan Susu?

Kemenkes melalui Direktur Gizi Masyarakat, Ir. Doddy Izwardi, MA, meminta kepada BPOM RI untuk tidak mengkategorikan produk susu kental manis (SKM) sebagai makanan bergizi untuk bayi dan balita. Hal ini dikarenakan produk susu kental manis sangat tinggi kandungan gula dan lemak.

Baca Juga: Tisna 'Tukang Ojek Pengkolan' Ogah Keok Sama Mas Pur, Lihat Dong Motornya

Susu kental manis. (Shutterstock)
ilustrasi susu kental manis. (Shutterstock)

BPOM RI pun mengeluarkan pernyataan yakni tidak melarang penjualan produk susu kental manis, namun memperketat aturan iklannya agar tidak dianggap sebagai makanan untuk bayi dan balita. Produk susu kental manis dilarang menampilkan anak balita dalam kemasan dan iklan, produk susu sapi, dan tayang di jam acara anak-anak.

Dukungan soal ini juga datang dari ahli gizi, yang menyebut susu kental manis baiknya digunakan sebagai sajian topping makanan. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Ali Khomsan yang menyebut penyajian kental manis dengan campuran air menjadi sebuah minuman adalah salah kaprah.

7. Pro - Kontra Imunisasi MR (Campak dan Rubella)

Imunisasi MR (campak dan rubella) skala nasional untuk daerah luar pulau Jawa yang dilakukan Kemenkes menuai pro dan kontra. Hal yang dipermasalahkan adalah belum adanya sertifikat halal untuk vaksin yang diimpor dari India.

Ketua MUI berbicara soal vaksin MR. (Suara.com/Umay Saleh)
Ketua MUI Ma'ruf Amin bersama Menkes Nila Moeloek berbicara soal vaksin MR. (Suara.com/Umay Saleh)

Akibatnya, penolakan membuat cakupan imunisasi MR sangat rendah, dengan banyaknya masyarakat dan komunitas berbasis agama yang menolak imunisasi MR.

Ketua MUI Ma'ruf Amin mengatakan bahwa pemeriksaan LPPOM MUI menemukan adanya kandungan babi pada vaksin yang digunakan (haram). Namun dengan alasan kedaruratan adanya ancaman wabah penyakit, maka vaksin imunisasi MR boleh digunakan (mubah).

Menkes Nila Moeloek pun menyebut masih akan terus menjalankan program imunisasi MR, sembari meminta PT Bio Farma selaku penyedia vaksin untuk mengurus sertifikat halal. Sebabnya, Indonesia termasuk 10 negara dengan kasus campak terbesar di dunia.

8. Fenomena Remaja Mabuk Air Rebusan Pembalut

Sejumlah remaja disebut minum air rebusan pembalut untuk mabuk. Diklaim bisa menyebabkan efek mabuk seperti sabu-sabu, sejumlah pakar kesehatan menyoroti bahaya fenomena in.

Ilustrasi pembalut (Shutterstock)
Ilustrasi pembalut (Shutterstock)

Salah satu bahan kimia yang digunakan dalam membuat pembalut adalah dioxin. WHO bahkan mencantumkan dioxin sebagai salah satu dari sekelompok bahan kimia berbahaya yang dikenal sebagai polutan organik yang persisten karena bersifat karsinogenik atau memicu kanker.

Dwi Sutarjantono, Pengamat Gaya Hidup Indonesia beranggapan bahwa fenomena ini turut dipengaruhi oleh tren para idola mereka di media sosial. Ketika idola mereka menggunakan narkoba untuk mendapat kenikmatan sementara, mereka yang tak memiliki finansial yang cukup pun akhirnya lari ke penyalahgunaan zat yang membahayakan diri mereka sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI