Suara.com - Sebuah studi terkini yang dipublikasikan di jurnal The Lancet menjelaskan bahwa Indonesia teIah menciptakan skema Universal Health Coverage (UHC) yang adaptif dan fleksibel yaitu JKN dan BPJS Kesehatan.
Penelitian yang dipimpin dr. Rina Agustina, MSc,PhD dari Departemen llmu Gizi, FKUl-RSCM ini memaparkan pencapaian, kesenjangan, dan kesempatan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) daIam memperluas cakupan, akses pelayanan dan keadiIan untuk pelayanan kesehatan.
Dalam presentasinya, dr Rina mengatakan sejak dilaksanakan pada 2014, sistem JKN dan BPJS teIah menjadi sistem asuransi dengan skema pembayar premi tunggal terbesar di dunia yang menanggung Iebih dari 203 juta orang hingga saat ini. Menurut temuan ini, dr Rina menekankan bahwa sebenarnya JKN sudah mampu memperbaiki akses dan pemerataan pelayanan kesehatan, khususnya pada kelompok keIas ekonomi bawah di wilayah pedesaan, terutama di wiIayah timur Indonesia serta meningkatkan perawatan penyakit tidak menuIar.
"Namun, studi ini menemukan tiga masalah kesenjangan yang membutuhkan perhatian segera, terutama terkait kelompok rentan dan keberlanjutan finansial. Jika tidak segera diatasi, kesenjangan ini dapat membahayakan keberlanjutan di masa mendatang," ujar dr Rina dalam temu media di Aula FKUI, Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Baca Juga: Rayakan Malam Tahun Baru, KRL Bakal Beroperasi Hingga Dini Hari
Pertama, dr Rina menguraikan permasalahan dari sistem JKN ialah adanya keIompok yang disebut sebagai 'missing midle', dimana hanya 52 persen orang yang terdaftar pada usia 20 hingga 35 tahun dari lapisan ekonomi menengah. Dan hanya 25 persen pendaftar anak-anak sejak dilahirkan hingga usia 4 tahun.
Permasalahan kedua, kata dia, adalah kesenjangan finansial yang dirasakan oleh JKN dan BPJS dimana pendapatan tidak dapat menutup pengeluraran. Hal ini utamanya disebabkan oleh rendahnya iuran dan tingginya klaim untuk penyakit kronis.
"Studi ini mengungkapkan sebanyak 23 persen peserta mendaftar ketika mereka sakit. Selain itu, mereka yang telah memiliki sejarah penyakit kronis juga terbukti sangat antusias mendaftar sebagai peserta JKN. Meningkatnya risiko terhadap hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung, pada akhinya meningkatkan klaim kesehatan untuk jangka panjang," tambah dia.
Permasalahan ketiga yang disoroti temuan ini adalah kesiapan layanan kesehatan. Seiring dengan meningkatkan kebutuhan peserta JKN dan BPJS, jumlah tenaga dan fasilitas medis, kata dia, belum memadai, terutama di rumah sakit umum maupun puskesmas.
"Salah satu tujuan utama dari JKN dan BPJS adalah untuk memperkuat peran pusat kesehatan masyarakat di tingkat primer; maka kurangnya tenaga, fasilitas, obat, dan peralatan kesehatan di lini terdepan dapat memangkas rujukan yang tidak diperlukan, yang pada akhirnya akan memperbesar biaya secara keseluruhan," tambah dia.
Baca Juga: Bailly: Apa Pun yang Terjadi, Terima Kasih Jose Mourinho
Temukan 3 Solusi