Suara.com - Sejak tiga dasawarsa lalu, 1 Desember menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran semua orang terhadap penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) lewat peringatan Hari AIDS Sedunia.
Seperti yang kita ketahui, tubuh manusia memiliki sel darah putih (limfosit) yang berguna sebagai pertahanan tubuh dari serangan virus maupun bakteri. Virus HIV yang masuk tubuh manusia dapat melemahkan bahkan mematikan sel darah putih dan memperbanyak diri, sehingga lemah melemahkan sistem kekebalan tubuhnya (CD4).
Dalam kurun waktu 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV, seseorang dengan HIV positif jika tidak minum obat anti retroviral (ARV), akan mengalami kumpulan gejala infeksi opportunistik yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat tertular virus HIV, yang disebut AIDS.
Menanggapi isu kesehatan ini Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, drg. Widyawati, MKM mengatakan, permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV/AIDS telah dilaporkan keberadaannya oleh 433 (84,2 persen) dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia.
Baca Juga: Mantan Presiden AS, George H.W. Bush, Wafat
"Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa (47 persen dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV AIDS pada 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757)," ujar drg Widyawati dalam rilis yang diterima Suara.com.
Ia menambahkan, jumlah kasus HIV yang dilaporkan terus meningkat setiap tahun, sementara jumlah AIDS relatif stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang diketahui statusnya saat masih dalam fase terinfeksi (HIV positif) dan belum masuk dalam stadium AIDS.
"HIV itu ada obatnya, antiretroviral(ARV) namanya. Obat ARV mampu menekan jumlah virus HIV di dalam darah sehingga kekebalan tubuhnya (CD4) tetap terjaga. Sama seperti penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, kolesterol, atau DM, obat ARV harus diminum secara teratur, tepat waktu dan seumur hidup, untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA serta dapat mencegah penularan," imbuh dia.
Lebih lanjut drg Widyawati mengatakan bahwa ARV dijamin ketersediaannya oleh pemerintah dan gratis pemanfaatannya. Pelayanan ARV sudah dapat diakses di RS dan Puskesmas di 34 provinsi, 227kab/kota. Total saat ini terdapat 896 layanan ARV, terdiri dari layanan yang dapat menginisiasi terapi ARV dan layanan satelit.
Data Kementerian Kesehatan 2017 mencatat dari 48.300 kasus HIV positif yang ditemukan, tercatat sebanyak 9.280 kasus AIDS. Sementara data triwulan II 2018 mencatat dari 21.336 kasus HIV positif, tercatat sebanyak 6.162 kasus AIDS. Adapun jumlah kumulatif kasus AIDS sejak kali pertama dilaporkan pada 1987 sampai Juni 2018 tercatat sebanyak 108.829 kasus.
Baca Juga: Belum Setahun Pacaran, Ini Alasan Anastasia Mau Dinikahi Ge Pamungkas
Banyak mitos yang menyertai pasien HIV/AIDS salah satunya dapat menular melalui penggunaan toilet bersama, gigitan nyamuk atau serangga, menggunakan alat makan bersama, bersalaman atau berpelukan, ataupun tinggal serumah dengan ODHA.
Menurut drg Widyawati, virus HIV tidak mudah menular, karena hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak amanberisiko, berbagi jarum suntik, produk darah dan organ tubuh, serta dari ibu hamil yang positif dengan HIV dapat menularkan kepada bayinya.
"Status HIV seseorang juga hanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Karena itu, Jika merasa pernah melakukan perilaku berisiko atau merasa berisiko tertular segera lakukan tes HIV," lanjut dia.
Upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS bertujuan untuk mewujudkan target Three Zero pada 2030, yaitu tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA).
Pada Hari AIDS Sedunia (HAS) 2017, telah dicanangkan strategi Fast Track 90-90-90 yang meliputi: untuk mempercepat pencapaian 90% dari orang yang hidup dengan HIV (ODHA) mengetahui status HIV mereka melalui tes atau deteksi dini; 90% dari ODHA yang mengetahui status HIV untuk memulai terapi pengobatan ARV) dan 90% ODHA yang dalam pengobatan ARV telah berhasil menekan jumlah virusnya sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV; serta tidak ada lagi stigma dan diskriminasi ODHA.
"Dalam rangka mencapai target Fast Track 90-90-90, Kementerian Kesehatan juga menggaungkan strategi akselerasi Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan (STOP) untuk mencapai target tahun 2030 tersebut. Tahun ini, diluncurkan pula strategi Test and Treat, yaitu ODHA dapat segera memulai terapi ARV begitu terdiagnosis mengidap HIV," terang drg Widyawati merinci tentang upaya yang telah dilakukan Kemenkes di Hari AIDS Sedunia.