Suara.com - Born too Soon milik The Global Action Report on Preterm Birth dari PBB merilis bahwa Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia hingga mencapai 675.700 bayi di tahun 2010.
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. Perawatan bayi prematur sangat berbeda dengan bayi cukup bulan, terutama terkait masalah nutrisi. Bayi prematur memilliki potensi yang lebih besar untuk mengalami gagal tumbuh.
Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpA(K) menjelaskan, kelahiran bayi prematur berisiko munculnya masalah kesehatan fisik dan psikis terhadap bayi tersebut. Bayi prematur tidak hanya berukuran lebih kecil daripada bayi pada umumnya, namun mereka juga dapat memiliki berbagai masalah fisik dan perkembangan.
"Bayi-bayi yang lahir prematur antara 23 hingga 28 minggu khususnya, memiliki risiko komplikasi tertinggi seperti celebral palsy, ADHD, gangguan kecemasan, serta masalah penglihatan, pendengaran, dan pencernaan. Mereka juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi dan merupakan yang paling berisiko untuk sindrom kematian bayi mendadak (SIDS)," ujar dokter Rinawati Rohsiwatmo dalam acara peluncuran buku ASI untuk Bayi Prematur di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).
Baca Juga: Mistis, Mobil Ringsek Masuk Kuburan Tanpa Tabrak Pagar Kompleks Makam
Oleh karena itu, dokter Rinawati menekankan, pemilihan sumber nutrisi dan perawatan yang tepat bagi bayi prematur menjadi sangat penting. Dikatakan bahwa ASI merupakan sumber nutrisi terbaik bagi bayi yang lahir prematur.
"Dengan pemberian ASI yang benar pada bayi prematur, maka dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi prematur hampir 100 persen kebutuhan bayi hingga usianya 6 bulan. Kandungan ASI dari ibu yang melahirkan bayi prematur sangat lengkap, dengan jumlah kalori yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber nutrisi lain," sambungnya.
Dokter Rinawati yang merupakan penulis langsung buku ASI untuk Bayi Prematur menambahkan, ASI mampu memenuhi seluruh kebutuhan nutrisi bayi dan mengejar kekurangan berat badan dengan optimal, namun tentunya diperlukan pula evaluasi secara berkala terhadap pertumbuhan bayi prematur yang mencakup berat badan dan tinggi badan, sehingga risiko malnutrisi seperti gizi buruk dan stunting (tinggi badan kurang) dapat dihindari.
"Saya memang sangat peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh bayi prematur, karena sesuai dengan bidang keahlian profesi saya juga. Saya melihat bahwa hingga saat ini masih begitu banyak ibu yang melahirkan bayi prematur, tapi tidak tahu bagaimana merawat bayinya. Meskipun sudah era digitalisasi, dimana segala informasi dengan mudah dapat dicari, namun angka kelahiran bayi prematur masih tetap tinggi," imbuhnya.
Baca Juga: Benarkah Selingkuh Membuat Pernikahan Lebih Kuat?