Risiko Anemia Dibalik Tren Badan Kurus Kering
Kemenkes sebut ada hubungan antara tren badan kurus dengan risiko anemia pada perempuan. Kok bisa?
Suara.com - Tren kekinian yang mengedepankan badan kurus kering agar dibilang cantik mendapat perhatian dari pemerintah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengatakan tren badan kurus pada remaja putri membuat angka kejadian anemia naik.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes RI, Siswanto, menyebut salah paham soal tren badan kurus ini harus dientaskan agar angka pengidap anemia turun.
"Remaja putri di Indonesia masih ada yang memiliki pandangan bahwa mengenai body image yang kurus dan kecil seperti pensil itu dianggap cantik," ujar Siswanto dalam rilis resmi yang diterima Suara.com.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menemukan adanya kenaikan pada kasus anemia di remaja putri. Pada tahun 2013, sekitar 37,1 persen remaja putri mengalami anemia.
Baca Juga: Sama-Sama buat Anemia, Ini Bedanya Tablet Tambah Darah vs Vitamin Zat Besi!
Angka ini naik menjadi 48,9 persen pada tahun 2018. Proporsi anemia terjadi paling besar di kelompok umur 15-24 tahun, dan 25 sampai 34 tahun.
Hal-hal tersebut jelas menguatkan bahwa kesehatan remaja sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan, terutama dalam upaya mencetak kualitas generasi penerus bangsa di masa depan.
Menurutnya, pandangan tersebut sangat penting untuk diluruskan, mengingat remaja putri merupakan calon ibu di masa depan. Anemia bisa membuat perempuan mengalami kurang energi kronis, yang meningkatkan risiko anak lahir dengan berat badan rendah.
"Ibu hamil yang kurang energi kronis, merupakan calon produsen anak stunting. Karena kalau ibunya kurang energi, anaknya lahir BBLR atau pendek," tutup Siswanto.
Baca Juga: Kenali Penyebab Anemia, IDI Lombok Timur Bagikan Informasi Pengobatan