Kondisi ini dapat menyebabkan heat exhaustion dan heat stroke yang merupakan keadaan darurat medis.
3. Cuaca panas ganggu respon insulin
Cuaca panas ekstrem bisa mengganggu bagaimana tubuh mengatur, memproduksi, dan menggunakan insulin. Hal ini dapat meningkatkan risiko kadar gula darah melonjak drastis (hiperglikemia) atau malah merosot turun tiba-tiba (hipoglikemia).
Setiap pengidap diabetes bisa memiliki respon yang berbeda-beda terhadap perubahan suhu esktrem. Pada beberapa orang, cuaca panas bisa menyebabkan pembuluh darah melebar. Pelebaran pembuluh darah dapat mempercepat penyerapan insulin yang menyebabkan gula darah rendah (hipoglikemia).
Baca Juga: Akal Bulus Mariyani, Pura-pura Pingsan Sampai Simpan Sabu di BH
Mengutip diabetes.co.uk, risiko hipoglikemia akibat cuaca panas cenderung lebih tinggi pada diabetesi yang sedang mengonsumsi obat penurun gula darah.
Sementara segelintir orang lainnya justru lebih rentan mengalami kenaikan gula darah mendadak selama beraktivitas di musim kemarau. Ini karena cuaca panas menyebabkan stres pada sistem metabolisme glukosa darahnya.
4. Polusi udara perburuk peradangan
Di Indonesia, cuaca panas ekstrem juga dipengaruhi oleh tingginya polusi udara dari emisi kendaraan. Zat polutan yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan peradangan.
“Peradangan memicu stres oksidatif yang menjadi dasar akibat dari segala penyakit metabolik kronis (termasuk diabetes),” tutur prof.Dr.dr.Ketut Suastika, SpPD-KEMD, Ketua PB PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) ketika ditemui oleh tim Hello Sehat pada Agustus lalu di Balai Kota Jakarta saat acara penandatanganan program “Cities Changing Diabetes”.
Baca Juga: Prabowo Subianto Perkenalkan Susu dalam Bentuk Tablet
Stres emosional menghadapi panasnya cuaca lingkungan dan kemacetan jalanan juga meningkatkan peradangan dalam tubuh. Semakin banyak peradangan yang terjadi dalam tubuh diabetesi akan semakin menyebabkan resistensi insulin.