Suara.com - Dinamika perkembangan teknologi dan gaya hidup perilaku orang-orang dewasa, menempatkan anak dalam situasi rentan terhadap perilaku yang tidak ramah anak. Hal ini pastinya memicu kekerasan pada anak dan eksploitasi anak.
Hal tersebut menjadi masalah yang terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia, sehingga dibutuhkan penanganan yang komprehensif dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sangat jelas bahwa Pemerintah berkomitmen menjadikan perlindungan anak Indonesia menjadi prioritas utama di setiap bidang pembangunan. Namun, faktanya cukup miris karena masih banyak kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap anak di Indonesia.
Wakil Walikota Bukittinggi, H. Irwandi, S.H menilai bahwa Indonesia syarat akan nilai-nilai adat dan budaya yang berbeda-beda di setiap daerah termasuk di Bukittinggi, Sumatera Barat. Oleh karena itu, sudah seyogyanya hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan dan inspirasi untuk mengembangkan pola perlindungan anak yang signifikan. Untuk itu, Pemerintah Bukittinggi telah berkomitmen untuk memberikan perhatian khusus dan bersinergi meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan masyarakat mendeteksi dini tindak kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.
Baca Juga: Mayat dalam Lemari Baju, Iin Puspita Tak Memakai Celana Dalam
“Kami akan memberikan dukungan sepenuhnya kepada KPPPA dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak anak. Harapannya FGD ini dapat menghasilkan pokok-pokok pemikiran serta kajian dalam menghasilkan sebuah kebijakan yang kemudian dikembangkan dalam perspektif nilai-nilai lokal di Bukittinggi, Sumatera Utara," ungkap Irwandi melalui rilis yang diterima Suara.com.
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Sri Danti Anwar menjelaskan keterbatasan pemahaman pihak penanggungjawab pengasuhan anak masih menjadi permasalahan utama dari kekerasan dan eksploitasi anak.
“Untuk itu, KPPPA terus melakukan upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak salah satunya dengan menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Perspektif Tigo Tungku Sajarangan dan Bundo Kanduang di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari pemahaman yang komprehensif dalam perspektif tigo tungku sajarangan dan bundo kanduang terkait situasi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus di Bukittinggi dan Sumatera Barat,” jelas Sri Danti.
Sebagai gambaran total penduduk Indonesia sekitar 258 juta jiwa, dimana 32,5% atau setara dengan 83,4 juta jiwa merupakan anak. Berdasarkan hasil susenas BPS pada 2014, jumlah anak yang mengalami kekerasan dan eksploitasi mencapai 247.610 jiwa dan diperkirakan sekitar 74.283 jiwa merupakan anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPPA) sampai dengan Agustus 2018 menunjukan, kekerasan dan eksploitasi anak dalam konteks seksual menjadi yang paling dominan terjadi di Indonesia. Kelak, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh korban akan tetapi berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak dalam kehidupan satu keluarga.
Baca Juga: Terkuak, Ini Identitas Gadis Cantik yang Tewas dalam Lemari Baju
Masalah ini juga membuat anak korban kehilangan hak-hak dasar mereka untuk menempuh pendidikan, untuk tumbuh dan berkembang, dan untuk mendapat perlindungan dari kekerasan. Beberapa praktik kekerasan dan eksploitasi yang sering terjadi dalam kehidupan nyata di sekitar kita yakni, anak-anak dipaksa bekerja, anak sebagai objek pornografi, anak diperdagangkan untuk berbagai kebutuhan, dan termasuk perkawinan anak.
“Sinergi para pemangku adat seperti, tigo tungku sajarangan, bundo kanduang, wali nagari, tokoh agama, adat, masyarakat dan pemuda di Bukittinggi masih sangat mendominasi, besar harapan agar mereka dapat menjadi pilar kekuatan dan kunci keberhasilan dalam upaya perlindungan anak. Pemahaman secara komprehensif dan berbagi pengalaman baik tentang perlindungan anak dilakukan secara bertahap dan signifikan, agar dapat menghasilkan sistem terpadu yang efektif untuk perlindungan anak dari kekerasan dan eksploitasi,” ungkap Sri Danti.