Perkawinan Anak Berdampak pada Kemiskinan dan Kesehatan Ibu Anak

Senin, 19 November 2018 | 15:55 WIB
Perkawinan Anak Berdampak pada Kemiskinan dan Kesehatan Ibu Anak
Ilustrasi perkawinan anak. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka perkawinan anak tertinggi. Selain memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), perkawinan anak juga memengaruhi Indeks Kedalaman Kemiskinan.

Dalam upaya menekan angka perkawinan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama The United Nations Population Fund (UNFPA) mengadakan workshop Rumusan Strategi Model Pencegahan Perkawinan Anak di daerah yang menghadirkan praktik-praktik terbaik dari beberapa daerah terkait upaya perkawinan anak. Sehingga nantinya daerah-daerah lain di Indonesia dapat mengadopsi upaya pencegahan perkawinan anak.

"Siapapun calon pengantinnya, baik salah satu, maupun kedua mempelai yang masih berusia anak, merupakan bentuk pelanggaran hak anak. Pelanggaran hak anak juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)," ungkap Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA, Lenny Rosalin, melalui siaran pers yang diterima Suara.com.

Ia menegaskan, perkawinan anak, selain mengancam kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga memiliki korelasi yang positif dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan.

Baca Juga: Haris Tusuk Tiga Kali Leher Gaban dan Istrinya Pakai Linggis

"Dari segi pendidikan, pasti banyak anak yang putus sekolah karena sebagian besar anak yang menikah di bawah usia 18 tahun tidak melanjutkan sekolahnya. Perkawinan anak juga berdampak pada kesehatan ibu dan anak," jelasnya.

Jika usia anak telah mengalami kehamilan, maka mempunyai resiko kesehatan yang lebih besar terhadap angka kematian ibu dan anak dibandingkan orang dewasa karena kondisi rahimnya rentan. Sementara, dampak ekonominya adalah munculnya pekerja anak. Anak tersebut harus bekerja untuk menafkahi keluarganya, maka ia harus bekerja dengan ijazah, keterampilan, dan kemampuan yang rendah, sehingga mereka akan mendapatkan upah yang rendah juga.

"Sudah menjadi tugas kita semua untuk memutus lingkaran setan perkawinan anak. Perkuatlah upaya saling berbagi pengalaman terbaik pencegahan perkawinan anak dan jadikanlah hal tersebut sebagai benteng pertahanan untuk menyelamatkan IPM, serta perempuan dan anak secara keseluruhan," tegas Lenny.

Kemen PPPA bersama UNFPA akan mengembangkan langkah lebih lanjut dengan membuat rumusan strategi model pencegahan perkawinan anak menggunakan berbagai pendekatan dan praktik terbaik yang telah dilakukan. Kemen PPPA berharap rumusan strategi model tersebut sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan pendekatan setiap daerah di Indonesia untuk dapat diadopsi.

Berbagai upaya dan strategi perubahan telah dilakukan Kemen PPPA sejak 2010. Salah satu strategi yang dilakukan oleh Kemen PPPA bersama UNFPA adalah dengan melakukan pendokumentasian praktik terbaik terkait pencegahan perkawinan anak di 5 kabupaten di Indonesia, yakni Rembang, Gunung Kidul, Lombok Utara, Maros, dan Pamekasan.

Baca Juga: Mom, Ini Kiat Siapkan Makanan Bernutrisi untuk Anak

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI