BBM Naik, Bagaimana Menyiasati Kecukupan Gizi? Ini Kata Ahli

Ade Indra Kusuma Suara.Com
Jum'at, 12 Oktober 2018 | 11:05 WIB
BBM Naik, Bagaimana Menyiasati Kecukupan Gizi? Ini Kata Ahli
Harga BBM naik, harga bahan pangan biasanya ikut-ikutan naik, termasuk berbagai jenis makanan bergizi. [suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT. Pertamina (Persero) menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU, khususnya Pertamax Series dan Dex Series, serta Biosolar Non PSO mulai Rabu (10/10/2018) dan berlaku di seluruh Indonesia pukul 11.00 WIB.

Harga BBM Premium, Biosolar PSO dan Pertalite tidak naik. Khusus untuk daerah yang terkena bencana alam di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah sementara ini harga tidak naik.

Kenaikan harga BBM jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Biosolar Non PSO merupakan dampak dari harga minyak mentah dunia yang terus merangkak naik. Pertamina menetapkan penyesuaian harga. Sebagai contoh di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, harga Pertamax Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/ liter, Pertamina Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, dan Biosolar Non PSO Rp.9.800/liter.

Seperti biasa, jika BBM naik, harga bahan pangan biasanya ikut-ikutan naik, termasuk berbagai jenis makanan bergizi. Lalu bagaimana bagaimana menyiasati kecukupan gizi?

Baca Juga: Denmark Open : Pelatih Tak Risau Anthony Kembali Jumpa Momota

Prof. Ali Khomsan, guru besar gizi IPB memaparkan meski kenaikan harga pangan tak bisa dihindari, Hal ini tidak serta merta menghambat upaya masyarakat untuk mengurangi pemenuhan gizi masyarakat melihat bahwa sumber ketersediaan bahan pangan alternatif masih ada.

Singkong yang baru dipanen (Foto: shutterstock)
Ilustrasi foto singkong  (Foto: shutterstock)

JIka masyarakat hanya beranggapan bahwa kandungan protein yang baik hanya terdapat pada daging ayam atau ikan, segera cari alternatif lain.

"Hal ini bisa disiasati, bila harga pangan naik, maka masyarakat harus melakukan coping mechanism, yakni mengonsumsi pangan yang dulunya jarang dikonsumsi. Misal pengganti karbohidrat adalah umbi-umbian, bukan hanya beras lho, umbi-umbian malah bagus untuk diversifikasi pangan. Untuk pangan hewani, konsumsi yang semakin berkurang terpaksa diganti yang lebih murah dulu, dari nabati ada tahu tempe," seru Prof. Ali saat dihubungi Suara.com, Jumat (12/10/2018).

"Konsumsi vitamin juga perlu, tapi tidak dimaksudkan untuk mengantisipasi naiknya harga pangan. Vitamin hanya suplemen untuk mereka yang kurang sayur dan buah, hanya pelengkap," lanjutnya.

Memang jika secara teori sulit menghadapi kenyataan jika harga pangan mulai naik, dan semua kebutuhan semakin mahal, urusan perut kadang bisa membuat diri semakin stres.

Baca Juga: Channing Tatum Dekati Jessie J, Sang Mantan Jenna Dewan Tak Kaget

Maka dari itu, masyarakat juga perlu meningkatkan pemahaman bagaimana mengatasi situasi sulit. Jika masyarakat tidak membekali diri dengan coping skill, alias kemampuan mengatasi masalah, lama-kelamaan stres dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan keseharian Anda.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI