Suara.com - Korban tsunami dan gempa Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, rentan mengalami trauma psikologis. Psikolog menyampaikan ada beberapa gejala trauma psikologis yang bisa terlihat.
Disampaikan oleh Veronica Adesla, psikolog klinis dari Klinik Personal Growth, trauma psikologis rentan terjadi pada korban bencana alam seperti tsunami dan gempa Palu. Trauma psikologis muncul dalam waktu satu bulan pasca terjadinya bencana.
Dikatakan Veronica, trauma psikologis tahap awal ditandai dengan perubahan mood menjadi lebih negatif. Korban gempa Palu bisa tiba-tiba teringat dan merasa sedih, putus asa, hingga ketakutan dan tubuh bergetar. Lalu, apa saja ciri-ciri gejala trauma psikologis yang terlihat?
1. Halusinasi gempa
Baca Juga: Tsunami dan Gempa Palu, Waspada Trauma Psikologis Pada Pengungsi
Veronica menyebut dalam kondisi tertentu, korban bisa mengalami halusinasi gempa. Korban merasa lantainya bergoyang, atau merasa mendengar suara orang berteriak, padahal situasi sekitar saat itu dalam keadaan normal.
"Kemudian tubuh bereaksi panik, berkeringat, jantung berdegup kencang, bergetar, menutup muka, ataupun berlari mencari selamat, meskipun tidak ada apa-apa," ungkap Veronica.
2. Terjebak emosi negatif
Korban gempa dan tsunami juga rentan terjebak dalam emosi negatif. Veronica mengatakan emosi negatis seperti gampang marah, paranoid, takut, dan cemas berlebihan bisa jadi merupakan tanda trauma psikologis.
"Demikian juga ketika mengalami hal-hal yang menyerupai kejadian gempa dan tsunami, seperti: bunyi keras (mengingatkan akan bunyi tanah longsor, atau bangunan runtuh), benda terjatuh yang menimbulkan suara ataupun getaran di tempat ramai," ujarnya lagi.
Baca Juga: Perjuangan ACT Bebaskan Anak-anak dari Trauma Gempa Lombok
3. Takut pulang ke rumah
Trauma psikologis juga bisa membuat korban enggan kembali pulang ke rumah karena takut. Rasa takut ini muncul karena tak ingin mengulangi kembali kejadian bencana yang dialami.
"Menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan kembali peristiwa gempa, yang dapat ditampilkan dengan menghindari pembicaraan, tempat kejadian, keramaian, benda kenangan, ataupun situasi-situasi yang terkait peristiwa gempa," tuturnya.
4. Mengurung diri
Rasa takut, cemas, dan paranoid yang terjadi akibat trauma psikologis bisa membuat korban mengurung diri. Veronica menyebut ada kecenderungan korban menyalahkan diri sendiri dan pesimis terhadap masa depan, dunia, dan lingkungan sekitar.
"Tidak minat, kehilangan semangat, sulit berkonsentrasi, dan atau terganggunya melakukan aktivitas penting sehari-hari, seperti makan, tidur yang terlalu berlebihan atau malah sulit untuk tidur, tak mau merawat diri, bekerja, dan bersosialisasi," tutupnya.