Suara.com - Begitu banyak penyakit yang ditularkan melalui makanan. WHO menyatakan lebih dari 200 penyakit berpotensi dapat menular melalui makanan atau juga disebut dengan penyakit bawaan pangan alias keracunan.
Sesuai namanya, penyakit ini menular lewat mikroba atau agen yang masuk ke dalam badan melalui makanan yang dikonsumsi. Data dari Direktorat Kesehatan Lingkungan dan Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2017 mencatat KLB keracunan pangan berjumlah 163 kejadian yang memicu 7132 korban dengan Case Fatality Rate atau tingkat insiden fatal sebesar 0,1 persen.
KLB keracunan pangan termasuk urutan ke-2 dari laporan KLB yang masuk setelah KLB difteri. Hal ini menunjukkan bahwa KLB Keracunan Pangan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus diprioritaskan penanganannya.
Disampaikan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, dr Kirana Pritasari MQIH, kecenderungan kejadian KLB keracunan pangan sebagian besar masih bersumber dari pangan siap saji. Berdasarkan jenis pangan, umumnya yang menjadi penyebab KLB keracunan pangan berasal dari masakan rumah tangga 36 persen.
Baca Juga: Peran Ibu Rumah Tangga untuk Cegah Keluarga Keracunan Makanan
"KLB Keracunan pangan masih banyak terjadi di Pulau Jawa, 5 provinsi dengan KLB keracunan pangan tertinggi pada tahun 2017 adalah Jawa Barat sebanyak 25 kejadian keracunan pangan, Jawa Tengah 17 kejadian, Jawa Timur 14 kejadian, Bali 13 kejadian, dan NTB 12 kejadian keracunan pangan," ujar Kirana dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com baru-baru ini.
Secara garis besar, ia menjelaskan, ada tiga kelompok bahaya pada pangan yakni, bahaya biologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Makanan yang terlihat menarik, nilai gizinya sudah tercukupi, namun jika dalam pengelolaannya terjadi pencemaran baik fisik, biologi ataupun kimia maka makanan yang enak dan nikmat pun menjadi tidak aman bahkan tidak layak dikonsumsi.
Untuk mencegah terjadinya keracunan pangan, Kemenkes, kata Kirana, menerbitkan peraturan yang mengatur hygiene sanitasi pangan pada tempat pengelolaan makanan (TPM) yang mencakup jasaboga, rumah makan atau restoran, depot air minum, dan pangan di rumah tangga.
"Setiap TPM wajib memiliki sertifikat laik higiene sanitasi jasaboga, rumah makan atau restoran, dan depot air minum yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Kantin atau pangan jajanan yang memenuhi syarat akan diberikan stiker oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota," tambah dia.
Beberapa MoU pembinaan kantin atau sentra pangan jajanan yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, di antaranya Kemenkes dengan Kemenkumham. Kemenkes melakukan pembinaan jasaboga di empat lokasi yaitu Lapas Salemba, Rutan Salemba, Lapas Pondok Bambu, dan Lapas Cipinang.
Baca Juga: Biaya Pengobatan Korban Keracunan di Yogya Ditanggung Pemerintah
Kerja sama Kemenkes dengan Kemendagri berupa pembinaan pengelola kantin di kantor utama Kemendagri. Ada pula kerja sama Kemenkes dengan PT Kereta Api Indonesia, di mana Kemenkes melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas kepada petugas KAI yang bertanggung jawab terhadap keamanan pangan siap saji dan penjamah pangannya. Pada tahun 2017 dilakukan di 10 stasiun di wilayah Jabodetabek.