Suara.com - Sebagai warga Jakarta Anda bisa merasakan betapa kualitas udara di Ibukota tercemar oleh asap kendaraan bermotor serta polusi dari proses pembangunan gedung-gedung pencakar langit.
Namun sadarkah Anda bahwa udara Jakarta yang kita hirup sehari-hari dapat berefek negatif bagi kesehatan? Ya, disampaikan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), polusi udara yang kita hirup memberi dampak besar bagi kesehatan, bukan hanya untuk paru tapi juga penyakit jantung hingga stroke.
"Polusi kalau diakumulasi dalam jangka panjang akan menyebabkan dampak kesehatan. Orang-orang berusia lanjut, anak-anak, atau pasien dengan riwayat penyakit paru dan jantung sangat berisiko tinggi jika terpapar polusi," ujar dr Agus dalam peringatan World Lung day yang dihelat PDPI di Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Lebih lanjut dr Agus menjelaskan, Data WHO menyebut bahwa polusi udara di seluruh dunia berkontribusi dalam peningkatan prevalensi penyakit dan kematian akibat kanker paru sebesar 25 persen, akibat infeksi saluran napas atas (ISPA) sebesar 17 persen, akibat stroke sebesar 16 persen, akibat penyakit jantung iskemik sebesar 15 persen dan akibat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sebesar 8 persen.
Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Terburuk Sedunia, Anies: Semua Ikut Nyumbang
"Partikel polusi semakin kecil ukurannya maka semakin merusak. Sekarang ini ditemukan bahwa polusi ada yang ukurannya PM 2.5 dan PM 10. Itu kalau masuk ke pembuluh darah dan terakumulasi jangka panjang bisa memicu stroke dan penyakit jantung, kalau ke paru-paru bisa memicu ISPA, asma, PPOK hingga kanker paru," tambah dia.
Sementara untuk jangka pendek, paparan polusi udara bisa memicu iritasi mukosa yang ditandai dengan mata merah, hidung berair dan bersin; serta infeksi saluran napas atas dan bawah seperti peradangan, sakit tenggorokan, hingga batuk berdahak.
"Seringkali pada tahap awal gejalanya sangat ringan sehingga orang tidak sadar bahwa itu salah satunya dipicu polusi udara. Jadi kita sarankan agar masyarakat memakai masker ketika beraktivitas di luar ruangan lalu daya tahan tubuh harus ditingkatkan untuk mencegah penyakit-penyakit itu," tambah dia.
Di Jakarta sendiri, dr Agus melihat adanya kecenderungan paparan polusi yang lebih tinggi pada jam-jam tertentu seperti pada siang hingga malam hari. Pasalnya pada waktu tersebut, aktivitas warga Jakarta di luar ruangan menggunakan kendaraan bermotor lebih tinggi dibandingkan pada pagi hari.
"Jadi bisa diatur waktu beraktivitasnya, kalau siang sampai malam polutan tinggi. Sedangkan pagi belum begitu, sehingga disarankan kalau berangkat kerja pagi-pagi sekali. Udaranya masih bagus," lanjut dia.
Baca Juga: Polusi Udara di Jakarta Tertinggi di Dunia, Anies: PR Kita Semua
Edukasi mengenai efek polusi udara bagi kesehatan, kata dr Agus memang menjadi fokus peringatan Hari Paru Sedunia (World Lung Day) yang diperingati setiap 25 September. Dalam berbagai kegiatan yang dihelat PDPI di berbagai cabang ke masyarakat umum turut diangkat tema ini sehingga dapat menyadarkan masyarakat bahwa selain asap rokok, polusi juga bisa menjadi pemicu dari penyakit yang menyerang paru.