Anak Sakit Kronis, Pengasuh Perempuan Berisiko Depresi

Senin, 17 September 2018 | 19:33 WIB
Anak Sakit Kronis, Pengasuh Perempuan Berisiko Depresi
Pengasuh perempuan rentan depresi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Merawat anak dengan penyakit kronis meningkatkan risiko depresi bagi pengasuh perempuannya, baik itu perawat, kakak, ataupun ibu.

Sekitar 15 juta anak di Amerika Serikat membutuhkan perawatan kesehatan khusus karena memiliki kondisi kronis seperti cerebral palsy dan cystic fibrosis. Dari total angka tersebut, 72 persen pengasuhnya adalah perempuan.

"Pengasuh perempuan yang merawat anak-anak dengan kondisi kronis seperti cerebral palsy dan cystic fibrosis berisiko tinggi mengalami depresi. Mereka memiliki banyak hal yang harus mereka lakukan, mulai dari merawat anak, memberikan obat dan melakukan kunjungan dokter sekaligus terapi. Mereka stres dan kewalahan oleh perawatan yang dibutuhkan anak-anak ini," kata Lynne Hall, kata studi dari University of Louisville, dikutip dari The Health Site.

Hal inilah yang membuat para peneliti di University of Louisville melakukan penelitian terkait hal tersebut. Dengan kondisi seperti ini, ternyata, pengasuh perempuan yang merawat anak-anak dengan kondisi kronis bisa dibantu dengan terapi perilaku kognitif singkat untuk meningkatkan kesehatan mental mereka.

Menurut mereka, pengasuh perempuan yang merawat anak-anak dengan kondisi kesehatan kronis harus diskrining terkait gejala depresi yang mereka rasakan.

Untuk penelitian ini, 94 pengasuh perempuan dengan tingkat gejala depresi yang tinggi secara acak dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Mereka menerima lima sesi terapi selama 45 menit hingga 60 menit.

Mereka juga diberi pekerjaan rumah yang berpusat pada contoh-contoh distorsi kognitif dengan substitusi positif, logika pemikiran, dan instruksi untuk berlatih relaksasi.

“Banyak dari mereka mengatakan bahwa mereka merasa sangat terisolasi dan tidak ada orang yang mau mendengarkan mereka,” kata Catherine Batscha, seorang praktisi perawat kesehatan jiwa yang memberikan terapi kepada peserta penelitian.

Karena persyaratan perawatan, mereka mengalami kesulitan untuk berkumpul dengan teman-teman mereka, karena kebanyakan tugas ini tidak dapat diberikan para pengasuh umum. Merekalah yang paham tentang peralatan medis atau kondisi kesehatan yang rumit, sehingga mereka terputus dari banyak dukungan sosial.

Tapi melalui terapi yang dilakukan selama lima sesi, para peneliti mendapatkan laporan bahwa peserta penelitian mengalami penurunan gejala depresi, berpikir negatif, dan stres kronis secara signifikan. Tak hanya itu, mereka juga mengalami peningkatan kualitas tidur.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI